Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi Diskusi Tim (pexels.com/fauxels)
Ilustrasi Diskusi Tim (pexels.com/fauxels)

Intinya sih...

  • Sering minta konfirmasi berkali-kali, menunjukkan ketidakyakinan pada omongan sendiri.

  • Khawatir terlihat salah atau bodoh dengan jawaban singkat, padahal penjelasan singkat sering lebih mudah dipahami.

  • Memberikan banyak contoh sampai kadang gak relevan, bisa membuat pesan utama tenggelam dan lawan bicara kehilangan fokus.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Setiap orang pasti pernah merasa gak yakin sama cara mereka menyampaikan sesuatu. Entah waktu ngobrol bareng teman, memberikan presentasi di kantor, atau sekedar balas pesan singkat. Ada batas tipis antara keinginan untuk dimengerti dan kebutuhan untuk menutupi insecurity. Kebiasaan over-explaining sering muncul karena kamu terlalu mementingkan apa yang lawan bicaramu pikirkan. Perilaku yang merupakan indikasi dari rasa gak percaya diri. Kamu jadi berusaha menjelaskan segalanya secara detail, bahkan untuk hal-hal yang sebenarnya gak perlu.

Bukan berarti kamu harus cuek atau selalu bicara singkat. Tetap harus memerhatikan situasi dan kondisi. Hanya saja gak semua hal butuh dijelaskan secara detail. Dan gak semua orang benar-benar memperhatikan sesuatu sampai serinci itu. Kalau kamu mulai merasa lelah sendiri setelah ngobrol, berikut lima kebiasaan over-explaining yang perlu kamu sadari.

1. Sering minta konfirmasi berkali-kali

Ilustrasi mengobrol (pexels.com/Allan González)

Kalimat seperti, “Benar gak ya?” atau “Kamu ngerti maksud aku, kan?” sering muncul di sela-sela obrolan. Awalnya mungkin kamu cuma ingin memastikan kalau orang lain gak salah paham. Tapi kalau terlalu sering diulang, mereka bisa melihat kamu gak yakin sama omonganmu sendiri. Bahkan kalau yang kamu sampaikan sebenarnya udah jelas, repetisi ini bisa bikin lawan bicara justru bingung atau berubah ragu.

Kebiasaan ini sering muncul dari rasa takut ditolak, dikritik, atau gak dipercaya. Padahal, kamu bisa kasih kejelasan tanpa harus minta validasi terus-menerus. Cukup sampaikan dengan sebaik mungkin, lalu beri ruang untuk lawan bicara bertanya kalau memang ada yang belum mereka mengerti. Orang yang percaya diri gak perlu minta persetujuan setiap lima menit sekali.

2. Khawatir terlihat salah atau bodoh dengan jawaban singkat

Ilustrasi mengirim pesan (unsplash.com/Vitaly Gariev)

Memberi jawaban singkat sering bikin kamu gak tenang. Satu kata “sudah” terdengar terlalu sederhana. Kamu selalu berakhir dengan menambahkan detail panjang lebar, meski sebenarnya gak ditanya. Seolah tanpa penjelasan ekstra, orang lain bakal menganggapmu gak serius atau kurang paham. Padahal, pejelasan yang singkat dan padat seringnya lebih mudah untuk dipahami. Ibaratnya kayak permainan yes or no yang gak mementingkan alasanmu memilih. Di beberapa situasi, terlalu banyak detail justru bisa bikin kamu tampak defensif. Seperti orang yang gak percaya diri dengan ucapannya dan berusaha cari-cari alasan pendukung.

3. Memberi banyak contoh sampai kadang gak relevan

Ilustrasi berdiskusi (unsplash.com/Mushvig Niftaliyev)

Menyertakan contoh bisa bantu orang dapat gambaran lebih jelas. Tapi kalau kebanyakan, apalagi sampai keluar konteks, pesan utamamu jadi tenggelam. Kamu akan terdengar seperti lagi mencari persetujuan, bukan memberi penjelasan. Saat sebenarnya lawan bicara sudah paham, kamu masih terus bicara karena ingin menunjukkan betapa luasnya pengetahuanmu.

Semakin panjang kamu berusaha menghubungkan dengan contoh lain, semakin besar risiko lawan bicara kehilangan fokus. Satu contoh yang tepat jauh lebih efektif daripada lima yang ambigu. Bukan seberapa banyak yang kamu tau, tapi seberapa relevan contoh itu untuk membuat orang lain jadi ikutan tau. Kasih contoh tambahan cukup kalau diperlukan aja.

4. Overthinking sama tanggapan singkat atau adanya jeda

Ilustrasi proses wawancara (pexels.com/MART PRODUCTION)

Ketika orang cuma jawab “oke” atau “iya”, pikiranmu langsung kemana-mana. Begitu juga kalau ada jeda sebelum mereka balas, kamu buru-buru nambahin penjelasan biar gak ada celah salah paham. Padahal kenyataannya, beberapa orang emang gak suka ekspresif lewat chat. Kata hanya lah kata, bukan emosi yang lagi mereka rasakan. Tanggapan singkat itu sering kali cuma berarti mereka setuju atau memang sibuk. Bukan karena kamu salah ngomong atau kurang jelas. Dibanding burur-buru menarik kesimpulan, coba beri waktu dan ruang. Mungkin memang obrolannya udah mentok dan harus selesai.

5. Suka nambahin klarifikasi atau kesimpulan di akhir obrolan

Ilustrasi Mengobrol (pexels.com/Helena Lopes)

Sebelum mengakhiri obrolan, kamu merasa perlu kasih penegasan terakhir. Kalimat seperti, “Intinya aku gak ada maksud jelek, ya” atau “Maksud aku gini, lho” keluar hampir otomatis. Tujuannya biar gak salah paham, tapi sering kali justru bikin suasana jadi canggung. Bukannya memperjelas, tambahan itu malah membuat orang mempertanyakan ulang maksudmu sebelumnya. Kalau percakapan sudah jelas, kamu gak perlu menutupnya dengan pembelaan tambahan.

Berhenti menjelaskan berlebihan itu kayak latihan berani tampil apa adanya. Semakin kamu tahan diri untuk gak menambah-nambah, semakin orang lain bisa melihat kalau kamu benar-benar yakin sama dirimu sendiri.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team