Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
belanja offline
ilustrasi belanja offline (pexels.com/Antoni Shkraba Studio)

Intinya sih...

  • Belanja online tidak selalu murah tanpa promo ongkir

  • Kekecewaan saat belanja online memotivasi kembali ke toko offline

  • Kesibukan menurun dan kesulitan mengontrol diri saat belanja online

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Belanja online sudah memanjakan sebagian besar masyarakat. Cara berbelanja ini sangat praktis dan kerap kali produk yang ditawarkan berharga lebih murah daripada di toko offline. Meski demikian, tidak semua orang terus berbelanja melalui marketplace.

Beberapa dari mereka perlahan-lahan mulai kembali berbelanja di toko-toko offline. Bagi mereka, masa euforia berbelanja dengan model tinggal klik telah berlalu. Tentu perubahan kembali ke cara belanja lama bukan semata-mata rasa bosan dengan teknologi yang makin memudahkan.

Ada penyebab yang lebih kuat memotivasi mereka pergi ke pasar, warung, atau toko dan memilih-milih produk secara langsung. Meski terkesan repot, kembali belanja offline terkadang menjadi pilihan yang lebih rasional. Peningkatan frekuensi belanja offline dibandingkan online dapat dipicu oleh tujuh hal berikut.

1. Gak dapat promo ongkir, total harga yang dibayar menjadi tinggi

ilustrasi belanja alat tulis (pexels.com/Craig Adderley)

Promo ongkir (ongkos kirim) sampai gratis biaya pengiriman paling dicari ketika orang berbelanja melalui marketplace. Tanpa promo ongkir, total harga yang mesti dibayarkan menjadi hampir sama dengan harga barang di toko offline. Apalagi kalau alamat pengiriman jauh dari toko daring. Padahal, barang yang dibeli sebenarnya murah. Seperti sekadar alat tulis. Bisa-bisa ongkos pengirimannya lebih mahal ketimbang produk.

2. Sering kecewa saat belanja online

ilustrasi menunjukkan pakaian (pexels.com/Ketut Subiyanto)

Setiap orang punya pengalaman yang berbeda ketika berbelanja secara online. Ada orang yang cenderung puas terus sehingga baginya belanja melalui marketplace ialah yang terbaik. Selain harga produknya miring, kondisinya saat sampai juga sesuai harapan.

Namun, ada pula orang yang lebih banyak kecewa ketika belanja online. Meski mereka mendapatkan harga lebih terjangkau, produk yang dikirim ternyata cacat atau gak seperti gambarnya. Padahal, penjual menjanjikan barangnya sesuai foto dan tak terdapat keterangan tidak lolos quality control sehingga akan ada cacatnya sedikit.

3. Kesibukan menurun

ilustrasi belanja offline (pexels.com/RDNE Stock project)

Belanja online menjadi andalan bagi banyak orang yang terlalu sibuk untuk pergi ke toko. Dalam hitungan menit, urusan memilih produk sampai pembayaran sudah beres. Tinggal menunggu pesanan sampai di rumah.

Namun, ketika seseorang tak lagi sesibuk dulu mungkin ia juga akan mengurangi frekuensi belanja online. Dia punya cukup banyak waktu buat kembali pergi berbelanja sendiri. Belanja melalui marketplace tidak lantas menjadi kebiasaan yang sukar ditinggalkan saat ada waktu luang.

4. Gampang kalap ketika belanja online

ilustrasi belanja online (pexels.com/Pavel Danilyuk)

Satu sisi, banyak orang diuntungkan dengan harga produk yang lebih miring di marketplace. Bahkan adanya tambahan ongkir barangkali tak membuat harganya semahal di toko offline. Tantangannya ialah diri sendiri. Sebagian orang kesulitan mengontrol keinginan ketika membuka aplikasi belanja.

Ada saja barang-barang yang seakan-akan harus dibeli sekarang juga. Akibatnya, di akhir bulan keuangannya selalu tekor. Orang yang lemah setiap membuka marketplace memang lebih aman belanja langsung saja. Itu bikin dia lebih mindfulness saat memilih produk.

5. Pengiriman lama, padahal barang dibutuhkan segera

ilustrasi membeli pakaian (pexels.com/Anya Richter)

Konsekuensi belanja secara online adalah harus sabar menunggu barang tiba di rumah. Bila masih satu kota mungkin dapat menggunakan opsi pengiriman instan. Akan tetapi, beda kota bisa berhari-hari bahkan butuh sekitar seminggu.

Tampaknya tidak semua orang mampu bersabar dengan masa penantian yang panjang. Khususnya ketika barang akan segera digunakan. Estimasi waktu pengiriman barang cukup cepat pun tetap bikin ketar-ketir. Kalau-kalau ada kendala atau barang malah hilang. Mereka yang tak punya banyak waktu lebih suka belanja offline saja.

6. Merasa belanja online bikin mager parah

ilustrasi berbelanja (pexels.com/Centre for Ageing Better)

Dengan cara belanja yang sangat mudah dan bertabur diskon, orang bisa seperti kecanduan. Bukan hanya belanjaan dan pengeluarannya yang terus bertambah. Namun, waktu yang dihabiskannya untuk sekadar duduk atau rebahan juga meningkat tajam.

Walaupun terasa nikmat, akhirnya mereka sadar bahwa kebiasaan ini akan merusak diri sendiri. Bahkan mereka menerima paket langsung dari kurirnya pun enggan. Nanti saja sekalian setelah banyak paket menumpuk di teras baru diambil. Dengan kesadaran untuk mulai bergerak lebih aktif, belanja online pun dikurangi. Mereka memaksa diri pergi ke warung atau minimarket.

7. Niat melariskan usaha di sekitarnya

ilustrasi belanjaan (pexels.com/Polina Tankilevitch)

Ada pula orang yang punya motivasi tidak terkait kepentingannya sendiri. Mereka justru kembali beralih ke belanja offline karena memikirkan orang lain. Yaitu, kelanjutan usaha-usaha di sekitarnya. Terutama jika pemiliknya tidak terbiasa berjualan secara online.

Mereka sengaja mengurangi belanja melalui marketplace khususnya untuk produk yang masih dapat diperoleh dari toko atau warung terdekat. Bila produk sulit diperoleh baru mereka mencarinya di toko online. Dengan begini, mereka ingin melihat usaha-usaha di sekitarnya berkembang atau setidaknya mampu bertahan.

Dulunya belanja online, kini kembali belanja offline itu wajar dan bisa terjadi pada siapa pun. Ke depannya, kebiasaan tersebut bisa terjadi sebaliknya. Ini semua dikarenakan konsumen menyesuaikan dengan keadaan masing-masing. Kamu sendiri masih lebih sering belanja via marketplace atau langsung ke toko?

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team