merayakan kemerdekaan Indonesia (vecteezy.com/Reza Maftazani)
الْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ أَمَرَناَ أَنْ نُصْلِحَ مَعِيْشَتَنَا لِنَيْلِ الرِّضَا وَالسَّعَادَةِ، وَنَقُوْمَ بِالْوَاجِبَاتِ فِيْ عِبَادَتِهِ وَتَقْوَاهُ
أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ. اللهم صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ المُجَاهِدِيْنَ الطَّاهِرِيْنَ، أَمّا بَعْدُ,
فَيَا عِبَادَ الله اُوْصِيْنِي نَفْسِي وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْم،
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ. يَا أَيُّهَا الّذين آمنوا اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
Jama’ah Shalat Jumat, Rahimakumullah
Dua hari hari ke depan, tepatnya tanggal 17 Agustus 2025, bangsa Indonesia dan tentunya umat Islam Indonesia sebagai mayoritas bangsa ini akan memperingati dan mensyukuri hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia ke-80 dengan mengusung tema: besatu berdaulat, rakyat sejahtera, Indonesia maju.
Mensyukuri anugerah dan kenikmatan adalah kewajiban bagi umat beragama, bahkan puncak pengabdian dan pengahambaan diri kepada Allah adalah mengingat keagunan-Nya dan mensyukuri karunia-Nya, terlebih karunia kemerdekaan sebagai nikmat terbesar bagi kehidupan dan keberlangsungan suatu bangsa.
Al-Qur'an mengajarkan kepada manusia agar selalu mengingat Allah disertai bersyukur atas nikmatNya dalam satu tarikan nafas. Allah berfirman:
فَاذْكُرُوْنِيْٓ اَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْا لِيْ وَلَا تَكْفُرُوْنِ
"Maka ingatlah kepada-Ku, Aku pun akan ingat kepadamu, bersykurlah kepada-Ku dan janganlah kamu ingkar kepada-Ku". (Al Baqarah: 152).
Jama’ah Shalat Jumat, Rahimakumullah
Setidaknya ada lima spirit dan alasan penting, mengapa kita perlu dan wajib mensyukuri nikmat kemerdekaan, terlebih dalam konteks sebagai umat beragama dan warga bangsa Indonesia yang dianugrahi berlimpahnya karunia kebaikan dan keberkahan oleh Allah Swt:
Pertama: Kemerdekaan Indonesia Terwujud Berkat Rahmat Allah Swt
Hal ini dengan tegas diabadikan oleh para pendiri Bangsa sebagaimana tercantum dalam alenia ketiga pembukaan UUD 1945 yang menyatakan: “Atas berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya”.
Pernyataan yang tulus ini memiliki makna, bahwa kemerdekaan Indonesia bukan hanya hasil perjuangan bangsa, tetapi juga merupakan anugrah Allah Swt. Sebuah ungkapan dan ketawadluan yang mengandung makna spiritual dan filosofis yang mendalam, sejak kemerdekaan bangsa ini dengan tegas mengakui peran dan kehadiran Allah Swt dalam perjuangan kemerdekaan.
Kedua: Untuk mengenang dan menghormati jasa, perjuangan dan pengorbanan para pahlawan dan syuhada bangsa.
Mengenang dan menghormati perjuangan pahlawan adalah cara terbaik untuk menghargai jasa dan kontribusi mereka dalam memperjuangkan kemerdekaan dan kemajuan bangsa. Dengan mengenag perjuangan pahlawan, masyarakat dapat memperkuat kohesi sosial, kesadaran nasional, serta membangun bangsa yang maju dan berkeadilan.
Mengenang perjuangan pahlawan juga mampu memperkuat internalisasi nilai-nilai kepahlawanan seperti keberanian, ketangguhan, patriotisme dan pengorbanan untuk menegakkan keadilan hak-hak asasi manusia. Dalam ajaran Islam, para leluhur dan pejuang juga ditempatkan pada derajat yang tinggi, sebagaimana diisyaratkan Al Quran surat Al Hasyr, ayat 10:
وَالَّذِينَ جَاءُوا مِن بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَّحِيمٌ﴾
Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: "Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang". [Al Hashr: 10]
Ketiga: Mengenang sejarah patriotisme dan perjuangan bangsa
Jas merah, jangan sekali kali meninggalkan sejarah, demikian kata Proklamator Bung Karno yang disampaikan dalam pidatonya saat peringatan HUT RI ke-21 pada 17 Agustus 1966, dan pidato ini merupakan pidato kenegaraan terakhirnya sebagai Presiden.
Meskipun semboyan ini sepertinya sederhana, namun memiliki makna yang mendalam, yaitu mengingatkan akan pentingnya mengenang dan memetik pelajaran berharga dari sejarah perjalanan bangsa. Sejarah adalah guru kehidupan dan peradaban.
Dengan memahami sejarah kita dapat belajar dari kekeliruan masa lalu, menghargai pencapaian pendahulu, dan membangun masa depan yang lebih maju dengan modal pengalaman dan komitmen persatuan.
Keempat: Menanamkan sikap nasionalisme dan cinta kepada tanah air
Nasionalisme dan mencintai tanah air memiliki arti penting dan signifikan dalam membangun dan memperkuat identitas bangsa. Nasionalisme dapat meningkatkan kesadaran nasional dan rasa memiliki terhadap bangsa dan negara sekaligus dapat memperkuat persatuan dan kesatuan dalam menghadapi tantangan dan dinamika zaman.
Sementara mencintai tanah air dapat mengembangkan rasa patriotisme dan kesetiaan terhadap bangsa dan negara. Patriotisme ini dapat mendorong individu untuk berkontribusi pada kemajuan dan kesejahteraan bangsa.
Nasionalisme dan mencintai tanah air dapat meningkatkan solidaritas dan kerjasama di antara masyarakat. Hal ini dapat memperkuat hubungan sosial dan memperkuat kerja sama untuk mencapai tujuan bersama.
Terdapat ungkapan dari para ulama, yaitu:
حب الوطن من الايمان
"Mencintai tanah air adalah sebagian dari iman".
Orang yang mencintai tanah air pasti akan merawat dan menjaganya dengan baik, dengan itu ia akan mampu menghadirkan kemaslahatan dan kesejahteraan kepada sesama, dan itu adalah tugas utama manusia sebagai khalifatullah fil ardl. Tanah air adalah modal asasi dalam mengisi kemerdekaan dan membangun peradaban.
Kelima: Menjaga perdamaian dan stabilitas kehidupan
Sebagaimana tanah air, merawat keamanan dan perdamaian juga merupakan syarat mutlak terlaksananya aktivitas kemanusiaan. Pembangunan apapun tidak mungkin dilakukan di Tengah kondisi masyarakat atau bangsa yang sedang mengalami peperangan atau dipenuhi dengan konflik horizontal.
Agama akan tumbuh bersemai di wilayah negara yang damai sebagaimana negara akan eksis dan diliputi keberkahan jika ditopang oleh spiritualitas dan ajaran agama yang kuat.
Imam al-Mawardi dalam Adab al-Dunya wa al-Din menyatakan:
الْمُلْكُ بِالدِّينِ يَبْقَى، وَالدِّينُ بِالْمُلْكِ يَقْوَى
"Kekuasaan atau negara yang ditopang oleh agama akan langgeng, dan agama yang ditopang oleh kekuasaan akan kuat".
Pernyataan ini menegaskan hubungan timbal balik dan saling membutuhkan antara agama dan negara. Negara yang didirikan dan dijalankan berdasarkan nilai-nilai agama akan memiliki dasar yang kuat dan langgeng. Nilai-nilai agama seperti keadilan, kejujuran, dan kesejahteraan sosial akan menjadi landasan bagi stabilitas dan keberlanjutan negara.
Negara dapat menciptakan lingkungan yang kondusif bagi praktik keagamaan, serta mencegah penyimpangan dan penyalahgunaan ajaran agama yang memicu koflik sosial.
Jama’ah shalat Jumat, Rahimakumullah
Melalui mimbar khutbah jumat yang mulia ini, marilah kita ingatkan kembali kepada diri kita dan segenap tumpah darah indonesia agar menjadikan momentum peringatan kemerdekaan Republik Indonesia dengan terus bersyukur melalui upaya kita semua merawat NKRI, menghargai keragaman dan kemajemukan warga bangsa.
Semoga Allah Swt senantiasa melindungi, memberkahi dan menjauhkan diri kita, para pemimpin bangsa dan negara Indonesia dari segala macam bencana, persetruan dan perpecahan serta mewujudkan impian kita menjadikan negeri ini baldatun thayyibatun warabbun ghafur, negeri yang adil dalam kemakmuran dan makmur dalam kemajuan di bawah naungan ampunan Allah Swt. Amin.