Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi berpikir (pexels.com/Gustavo Fring)
ilustrasi berpikir (pexels.com/Gustavo Fring)

Intinya sih...

  • Menyadari bahwa asumsi bukan bagian dari fakta

  • Berlatih dalam mengendalikan emosi

  • Mengevaluasi dampak saat kita terlalu bergantung pada asumsi

Seringkali pola pikir dipenuhi oleh berbagai macam asumsi. Tidak jarang berkembang menjadi sudut pandang negatif yang mendominasi. Akibatnya, kita menjadi individu yang tidak mampu mengedepankan pola pikir realistis saat menghadapi masalah. Dalam mengambil keputusan cenderung bertindak gegabah tanpa memikirkan risiko jangka panjang. Sudah tentu menjadi pertanyaan bagi diri sendiri. Bisakah kita mengendalikan asumsi agar tetap sejalan dengan pola pikir realistis?

Ternyata sangat mungkin bagi kita menyelaraskan kedua hal tersebut. Mengendalikan asumsi agar tetap berjalan dengan pola pikir realistis menjadi cara untuk menjaga keseimbangan hidup. Saat keduanya berjalan selaras, kita dapat mengedepankan pola pikir jernih dan objektif. Apa sajakah kiat mengendalikan asumsi agar tetap sejalan dengan pola pikir realistis? Simak penjelasannya lebih lanjut.

1. Menyadari bahwa asumsi bukan bagian dari fakta

ilustrasi berpikir (pexels.com/Mikhail Nilov)

Sebagai manusia, wajar jika kita memiliki asumsi. Terkadang ini berkembang menjadi pola pikir negatif yang mengambil alih kendali. Bahkan asumsi dijadikan sebagai acuan dalam membuat keputusan penting dan prioritas. Di sinilah tantangan yang harus dihadapi oleh setiap orang. Meskipun memiliki asumsi atas suatu permasalahan, kita harus mampu menyelaraskan supaya tetap sejalan dengan pola pikir realistis.

Tentu ini sangat mungkin dilakukan. Kita hanya perlu menyadari bahwa asumsi bukan bagian dari fakta. Tanyakan pada diri sendiri, apakah ini hanya bersumber dari sudut pandang subjektif, atau berdasarkan bukti nyata. Kita perlu membedakan antara fakta dengan interpretasi pribadi. Hindari mengambil kesimpulan berdasarkan satu perspektif atau informasi sepihak.

2. Berlatih dalam mengendalikan emosi

ilustrasi menahan marah (pexels.com/Engin Akyurt)

Terkadang asumsi memang tumbuh tidak terkendali. Kita memandang suatu persoalan hanya berdasarkan sisi subjektif. Kemudian menentang pola pikir realistis yang sebenarnya menjadi gambaran dari kehidupan nyata. Ketika kondisi ini terus berlanjut, kita akan dibutakan oleh pemikiran semu. Dalam menyikapi permasalahan tidak bisa memandang secara menyeluruh.

Dibutuhkan kiat yang tepat untuk mengendalikan asumsi agar tetap sejalan dengan pola pikir realistis. Bagaimana caranya? Kita perlu berlatih dalam mengendalikan emosi. Asumsi sering dipicu oleh rasa takut, cemas, atau overthinking. Validasi seluruh emosi negatif yang hadir, kemudian bagi ruang bagi diri sendiri untuk merefleksikan momen tersebut. Saat emosi terkendali, kita dapat menyelaraskan keduanya sehingga berjalan seimbang.

3. Mengevaluasi dampak saat kita terlalu bergantung pada asumsi

ilustrasi berpikir (pexels.com/Pavel Danilyuk)

Kita seringkali dihadapkan dengan seseorang yang menggunakan asumsi sebagai dasar dalam menyikapi masalah. Atau mungkin kita salah satu orang dengan karakter dan kebiasaan tersebut. Asumsi dianggap sebagai satu-satunya kebenaran yang menggambarkan kondisi secara utuh. Tapi apakah bisa menjamin jika asumsi sejalan dengan pola pikir realistis yang dimiliki? Atau justru keduanya saling bertentangan?

Di sinilah kiat mengendalikan asumsi agar tetap sejalan dengan pola pikir realistis. Kita perlu mengevaluasi dampak saat terlalu bergantung pada asumsi. Sudah saatnya merenungkan sekaligus menggali lebih dalam. Jika asumsi tersebut salah, tanyakan pada diri sendiri apa akibat yang akan dihadapi. Mengevaluasi dampak dari asumsi membantu kita agar lebih hati-hati dalam bertindak sehingga tidak terjebak sikap ke gabah.

Kita perlu memastikan agar asumsi dan pola pikir realistis tetap berjalan selaras. Jangan sampai perspektif yang berasal dari satu sisi justru dijadikan sebagai satu-satunya patokan. Hal ini dapat dimulai dari langkah kecil dan sederhana. Kita perlu menyadari bahwa asumsi bukan bagian dari fakta, untuk selanjutnya mengendalikan emosi dan mengevaluasi dampak yang akan dihadapi. Saat asumsi dan pola pikir realistis berjalan selaras, kita dapat mempertahankan keseimbangan hidup.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team

EditorAgsa Tian