Belakangan ini istilah sorry habit semakin sering dibicarakan, yaitu kebiasaan meminta maaf secara berlebihan meskipun situasinya tidak benar-benar memerlukan permintaan maaf. Meminta maaf tentu merupakan hal yang baik, tetapi jika dilakukan tanpa memahami konteks, kebiasaan ini dapat berubah menjadi sesuatu yang justru merugikan diri sendiri. Kata “maaf” menjadi refleks otomatis, bukan lagi bentuk empati atau tanggung jawab.
Dalam jangka panjang, sorry habit membuat seseorang merasa harus menyenangkan semua orang dan takut mengganggu siapa pun. Batas pribadi perlahan memudar, keberanian untuk menyampaikan pendapat melemah, dan rasa percaya diri ikut terkikis. Untuk memahami mengapa kebiasaan ini muncul, mari kita telaah lebih jauh!
