Novel Diary of A Void, Potret Ketimpangan Gender di Jepang

Rasanya tak sulit menemukan buku fiksi Jepang di toko buku belakangan ini. Ada banyak judul menarik yang melambai-lambai untuk kamu pilih ke daftar bacaanmu. Selain kisah-kisah bersahaja dan filosofis, sastra Jepang juga diinvasi novel-novel bermuatan pemberdayaan perempuan dan kritik pada patriarki.
1. Ditulis dengan kata ganti orang pertama yang menggaet pembaca sejak halaman pertama
Saking seringnya, kata ganti orang ketiga dalam novel terasa lumrah. Berbanding terbalik ketika kita menemukan buku dengan kata ganti orang pertama atau kedua, rasanya seperti harta karun. Novel Diary of a Void bisa jadi salah satu harta karun untuk penikmat sastra sepertimu.
Ditulis dengan kata ganti orang pertama, novel ini siap menghanyutkanmu dalam benak sang lakon, Shibata. Ia diceritakan sebagai perempuan Jepang berusia 30-an yang bekerja sebagai pegawai kantoran biasa. Tanpa banyak basa-basi, Emi Yagi memperkenalkan Shibata yang sedang berpura-pura hamil di kantor. Bab-bab dalam buku ini bahkan dibaginya seolah mengikuti perkembangan janin mulai minggu ke-5 hingga minggu ke-40.