Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi wanita (pexels.com/Antoni Shkraba Studio)

Pola pikir membentuk sikap, kebiasaan, dan perilaku seseorang. Pola pikir yang toksik bisa merusak kebiasaan yang baik, begitu pula sebaliknya. Salah satunya, kebiasaan untuk merawat dan menyayangi diri sendiri.

Self-care wajib dilakukan semua orang, karena itu adalah bukti nyata bahwa kamu mencintai, menghargai, dan menghormati dirimu. Sayangnya, ada beberapa orang yang berpikir bahwa tindakan peduli pada diri sendiri bukan hal yang baik, sehingga sulit bahkan enggan untuk menerapkan itu. Kenali lima pola pikir toksik yang membuatmu tidak bisa berbuat baik pada diri sendiri.

1. “Adalah egois untuk peduli pada diri sendiri”

ilustrasi sedang curhat (pexels.com/Vitaly Gariev)

Banyak orang sampai hari ini masih berpikir bahwa self-care adalah tindakan egois dan negatif. Kepedulian dianggap sebagai tindakan memanjakan diri. Padahal, hal itu keliru besar.

Ketika kamu menerapkan kepedulian pada dirimu, kamu tidak melakukan hal-hal yang hanya menyenangkan melainkan melakukan sesuatu yang memang kamu butuhkan. Self-care tidak melulu soal jalan-jalan ke mal atau makan makanan mahal. Melainkan olahraga, bersih-bersih kamar, menyelesaikan pekerjaan yang selama ini kamu tunda.

Sama sekali tidak egois untuk peduli pada diri sendiri. Kalau bukan kamu yang peduli pada dirimu, siapa lagi?

2. “Bukankah seharusnya orang baik mengorbankan diri untuk orang lain?”

ilustrasi wanita ngobrol (pexels.com/Alexander Suhorucov)

Salah satu pola pikir toksik ialah, untuk menjadi orang baik, kamu harus selalu berkorban untuk orang lain. Walau ini berarti, menyangkali pendapat, kesukaan, dan kebutuhanmu sendiri.

Sesekali, mengalah memang perlu. Tapi kamu harus tahu kapan menetapkan batasan: kapan harus mengalah, kapan harus menyatakan kebutuhan dan keinginanmu dengan tegas. Tidak selamanya berkorban itu baik, lho, berkorban untuk hal tidak perlu malah akan menjerumuskanmu.

3. “Self-care hanya untuk orang yang sudah sukses”

ilustrasi wanita (pexels.com/Photo By: Kaboompics.com)

Banyak yang terpaku pada pola pikir bahwa self-care selalu berkaitan dengan membelanjakan diri, membeli makanan mahal, healing ke tempat mewah. Kamu merasa tidak layak karena belum meraih apa-apa.

Coba tanya ke dirimu, apa harus menunggu seseorang untuk sukses dulu baru kamu bisa berbuat baik padanya? Kalau tidak, mengapa kamu lakukan itu pada dirimu?

4. “Aku tidak punya waktu untuk fokus ke diri sendiri”

ilustrasi wanita (pexels.com/Mikhail Nilov)

Ada juga orang yang berpikir bahwa tindakan self-care membuang-buang waktu dan tenaga. Pada akhirnya, kamu merasa bersalah bila menggunakan waktumu untuk istirahat, atau melakukan sesuatu yang terkesan “tidak produktif”.

Keinginan untuk produktif setiap saat malah hanya akan jadi bumerang untuk dirimu. Dirimu bukan robot, tidak semua waktu untuk kerja dan kerja. Beri ruang untuk istirahat dan melakukan sesuatu yang baik untuk diri sendiri.

5. “Keadaan selalu menekanku”

ilustrasi wanita (pexels.com/Anna Keibalo)

Kita cenderung fokus pada hal-hal yang berada di luar kontrol kita. Seperti masalah, keadaan yang tidak ideal, atau respon dan sikap orang terhadapmu. Itu yang pada akhirnya membuatmu sulit untuk berbuat baik pada diri sendiri.

Kamu tidak mampu melihat dirimu sebagai pihak yang bertanggung jawab dan berhak mengambil pilihan terlepas dari situasi yang kamu hadapi. Pertanyaannya, sampai kapan kamu mau terus dikontrol keadaan? Masalah berada di luar kontrolmu, tapi masih berada dalam pilihanmu untuk bersikap baik pada diri sendiri.

Kalau kamu punya lima pola pikir keliru di atas, jangan dilanjutkan, ya. Sadari bahwa pola pikir itu salah dan kamu punya waktu untuk segera memperbaikinya. Jaga hubungan dengan diri sendiri, karena itu yang menjadi harta berharga sebelum mengarungi kehidupan.

 

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team