Rangkul Korban Kekerasan Seksual, Justitia Gagas Kolektif Advokat

Kekerasan seksual masih menjadi isu yang hangat diperbincangkan di Indonesia. Kalau dulu kekerasan seksual selalu lekat dengan perempuan, tetapi kini laki-laki pun bisa mengalaminya. Dengan kata lain, siapa saja bisa menjadi korban kekerasan seksual tanpa memandang gender.
Namun, tetap saja, perempuan masih menjadi individu yang rentan sasaran kekerasan seksual. Dilansir Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA), jumlah korban kekerasan seksual pada perempuan di tahun 2022 ini mencapai 21.710. Data tersebut tercatat yang melapor, belum kasus yang jauh dari radar.
Sayangnya, penanganan kasus kekerasan seksual masih kerap dipandang sebelah mata. Banyak korban yang harus berjuang melawan hukum yang seringnya tidak berpihak pada mereka. Hal itu membuat mereka memilih diam dan digerogoti trauma mendalam.
Berkaca dari hukum yang cenderung tidak berpihak pada korban, penerima SATU Indonesia Awards dari ASTRA Indonesia, Justitia Avila Veda, membentuk program Kolektif Advokat untuk Keadilan Gender atau KAKG. Bersama pengacara hebat lainnya, Veda memberikan konsultasi dan pendampingan intens pada korban kekerasan seksual.
Merangkul korban kekerasan seksual, perjuangan Justitia Avila Veda bersama rekan-rekannya di KAKG tentu sangat menginspirasi. Tersenyumlah Indonesia, bersama Justitia Avila Veda dan KAKG, korban kekerasan seksual memiliki harapan kasusnya diusut tuntas!
1. Berawal dari tweet iseng, Kolektif Advokat perlahan terbentuk

Membentuk sebuah layanan, terlebih untuk mereka yang menjadi korban kekerasan seksual, memerlukan persiapan yang matang. Tak hanya dari segi waktu, tenaga, dan dana, kesiapan mental tentu juga dibutuhkan.
Namun, alih-alih mempersiapkan semuanya dengan matang, Veda membentuk Kolektif Advokat untuk Keadilan Gender atau KAKG ini berawal dari sebuah cuitan di akun Twitter-nya. Saat itu, Justitia mengaku iseng mengunggah cuitan di Twitter mengenai ketertarikannya dalam menangani korban kekerasan seksual dalam bentuk konsultasi online.
Tak disangka, cuitan perempuan lulusan S1 Universitas Indonesia jurusan hukum itu langsung viral. Bahkan, banyak orang yang bertanya dan menceritakan kekerasan seksual yang dialami.
"Waktu itu konteksnya masih konsultasi, masih tahap awal yang lebih seperti membantu mereka (korban kekerasan seksual) memahami apa yang mereka alami," kata Veda saat diwawancara pada Sabtu (3/12/2022).
Melihat pengaruh dari tweet yang ia tulis, Veda merasa hal tersebut perlu dilanjutkan dan dibuat lebih serius. Leganya lagi, bukan cuma korban saja yang datang menceritakan permasalahannya, tetapi banyak juga orang-orang datang membantu.
2. Konsultasi dan pendampingan yang diberikan Veda sangat membantu korban kekerasan seksual

Perlahan tapi pasti, Veda bersama teman-teman yang berminat membantu akhirnya membentuk Kolektif Advokat untuk Keadilan Gender (KAKG). Melalui itu, Veda berharap bisa membantu mereka, korban kekerasan seksual, mendapatkan keadilan secara hukum.
KAKG memberikan program konsultasi dan pendampingan bagi korban kekerasan seksual yang melaporkan kasusnya. Cara melapor pun cukup mudah, korban atau pendamping korban bisa menghubungi hotline KAKG yang tersedia di hari Senin hingga Jumat. Di kelima hari itu, korban bisa WhatsApp dan nantinya akan diarahkan untuk mengisi form.
"Di dalam form tersebut, korban diminta menceritakan kronologi, harapan, dan kebutuhan dari kasus yang dialami. Dari situ, nanti akan kami jadwalkan konsultasi melalui telepon. Setiap harinya ada 2 pengacara yang bertugas," jelas Veda.
Lantas, bagaimana dengan pendampingan yang dijanjikan KAKG pada korban kekerasan seksual? KAKG akan melakukan pendampingan korban pada Sabtu dan Minggu. Pendampingan ini bisa berupa pelaporan ke polisi hingga penyediaan jasa psikologis.
Menurut Veda, korban bisa melaporkan kasusnya ke polisi dan akan mereka dampingi. Nantinya, korban harus mengisi form terkait kebutuhan psikologis dan medis. Apabila korban membutuhkan, kemungkinan korban menjalani pemulihan psikologis dulu, baru ke ranah hukum.
3. Kolektif Advokat kerahkan pengacara berpengalaman untuk dampingi para korban

Kolektif Advokat untuk Keadilan Gender (KAG) semakin hari semakin banyak menerima laporan dan pengaduan. Veda dengan sigap terus merekrut pengacara-pengacara terbaik untuk membantu jalannya segala proses hukum dan pendampingan di KAKG.
Pada awalnya, saat di awal terbentuk pada 2020, KAKG hanya memiliki sekitar 10 pengacara. Jumlah tersebut terjadi dalam kurun waktu 2-3 bulan setelah cuitan Twitter Veda viral. Menurutnya, itu adalah angka yang cukup besar.
"Sejak saat itu sudah banyak yang apply. Kami langsung mendampingi secara hukum, mulai dari pendampingan di polisi sampai pengadilan," cerita Veda.
Sesuai namanya, KAKG merekrut semua sukarelawan berlatar belakang advokat. Itu bertujuan agar korban kekerasan seksual mendapatkan solusi dan jalan keluar dari orang terpercaya. Selain itu, Veda mengatakan bahwa advokat secara undang-undang bertanggung jawab membantu kelompok yang butuh bantuan hukum tetapi tidak memiliki akses.
"Kita menyasar pengacara-pengacara yang pengin melakukan pro bono, pengabdian masyarakat, tapi gak tahu melalui apa. Sebab, pro bono itu wajib dilakukan untuk advokat, tapi memang banyak yang asyik mencari uang dan tidak melakukan pro bono," jelas perempuan berambut pendek ini.
4. Sistem hukum yang masih partiarkal membuat korban kekerasan seksual harus pintar menyusun strategi

Dalam pendampingan, KAKG memberikan gambaran pada korban kekerasan seksual bahwa ada dua cara penyelesaian kasus, yakni secara hukum dan nonhukum. Kenapa ada penyelesaian tanpa melibatkan hukum? Menurut Veda, sistem hukum di Indonesia masih sangat patriarkal, tidak berpihak pada korban, dan tidak sensitif pada isu kekerasan seksual.
Berkaca dari situlah Veda dan KAKG memberikan dua opsi penyelesaian kasus tadi. Selain itu, hal tersebut juga membuat Veda menyarankan pada korban untuk memiliki strategi dalam menyelesaikan kasusnya.
Apabila korban menginginkan penyelesaian kasus secara hukum, tentu sudah didukung dengan bukti dan cerita yang kuat, KAKG akan mendampingi. Pertama, korban akan menandatangani surat kuasa, lalu KAKG akan membuat laporan ke polisi. Namun, itu semua juga sesuai kebutuhan korban.
Berbeda dengan penyelesaian kasus secara non hukum, ini biasanya dilakukan di luar pengadilan. KAKG akan mendampingi korban bertemu dengan pelaku.
"Kamu akan mengadakan pertemuan dengan pelaku. Di sana, kamu minta pelaku mengakui bahwa dia melakukan pengancaman. Dalam kasus penyebaran konten intim, misalnya, pelaku diminta tidak menyebarkan konten tersebut. Jika disebarkan lagi, ia akan diproses secara hukum," jelas Veda.
5. Selama masa pendemik, penyebaran konten intim jadi kasus yang sering ditangani Justitia

Kolektif Advokat untuk Keadilan Gender dibentuk pada 2020 saat masa pandemik COVID-19 menerpa. Saat pertama kali dibentuk, Veda mengaku jika kasus kekerasan seksual yang paling banyak diadukan adalah terkait penyebaran konten intim.
Menurut Veda, ada pandemik membuat semua orang berada di dalam rumah. Mereka bosan dan berakhir berkomunikasi secara online, seperti aplikasi kencan, Twitter, Instagram, dan lainnya. Dari situlah banyak interaksi hingga berakhir penyebaran konten intim.
"Mungkin waktu itu, dalam 1x24 jam pertama sudah ada 40 aduan. Dari situ akhirnya kelihatan jika mayoritas kasusnya adalah penyebaran konten intim. Semua itu difasilitasi oleh masa pandemik dan lockdown," pungkas perempuan yang kini menjabat sebagai Legal and Policy Manager di Konservasi Indonesia.
Selain penyebaran konten intim, kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) juga mara terjadi selama masa pandemik. Semua anggota keluarga berada di rumah, mulai dari ayah, ibu, dan anak, mungkin tertekan dengan keadaan hingga berakhir terjadinya kekerasan. Hal itu disampaikan oleh Veda.
KAKG menangani kasus penyebaran konten intim semaksimal mungkin. Namun, memang tidak mudah karena adanya UU ITE yang dirasa lebih merugikan bagi korban.
Secercah harapan diberikan Justitia Avila Veda bersama Kolektif Advokat untuk Keadilan Gender (KAKG) bagi mereka korban kekerasan seksual. Wadah yang Veda berikan ini jadi inspirasi banyak anak muda Indonesia untuk lebih memahami korban kekerasan seksual. Karena Kita Satu Indonesia, sudah sepatutnya kita menegakkan keadilan, terlebih bagi mereka korban kekerasan seksual.