Sarjana apoteker Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta, Alfira Oktaviani, menggagas sebuah merek eco fashion bernama Semilir. Sebagai mompreneur muda, ia berhasil memberdayakan 10 ibu-ibu komplek di sekitar tempat tinggal Alfira. Bahkan, produk-produk Semilir sukses menjangkau pelanggan luar negeri seperti Amerika, Jepang, Australia, Afrika Selatan, dan Eropa.
Alfira mengamalkan pembelajaran dari mata kuliah manajemen bisnis, morfologi tumbuhan, hingga teknik kimia sekaligus modal senilai Rp500.000 untuk memulai bisnis eco fashion Semilir. Kulit kayu lantung yang dulunya digunakan sebagai tali pembawa hasil-hasil kebun ke rumah di zaman penjajahan Jepang berubah menjadi hasil karya estetik bernilai eksklusif dengan sentuhan teknik ecoprint.
“Kain lantung di Bengkulu itu dikenal, sebenarnya dipakai sebagai kain pada waktu jaman Jepang. Kain lantung pada awalnya itu hanya dibuat untuk tali beronang, dikalungkan ke kepala untuk membawa hasil-hasil kebun ke rumah. Karena kesulitan tekstil pada waktu jaman Jepang, maka mereka memanfaatkan kain lantung untuk sarung, selimut, dan ada sebagian juga dibuat untuk baju,” papar Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Bengkulu, Drs. Muwardi, M.Hum.
Alfira melestarikan Warisan Budaya Takbenda Indonesia berupa kulit kayu lantung khas daerah asal ayahanda Alfira dengan seni ecoprint yang baru masuk Indonesia sekitar tahun 2016. Sejak tahun 2018, Semilir bercita-cita mengenalkan budaya fashion berkelanjutan yang ramah lingkungan sekaligus meningkatkan kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakat yang terlibat.