Arti Marhaban Ya Ramadhan dan Ahlan Wa Sahlan Ya Ramadhan

Bukankah artinya sama-sama "Selamat datang"?

Menjelang bulan Ramadan, kita akan sering mendengar ungkapan “Marhaban Ya Ramadhan”, entah itu berupa seruan atau tulisan. Ucapan tersebut biasanya dimaksudkan sebagai sambutan kepada bulan suci yang ditunggu-tunggu kedatangannya oleh umat Islam, bukan hanya di Indonesia tapi di seluruh dunia. Lalu pernahkah kamu bertanya: mengapa kita menggunakan ungkapan  “Marhaban Ya Ramadhan” bukan “Ahlan Wa Sahlan Ya Ramadhan”? Bukankan artinya sama-sama "Selamat datang"?

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata marhaban diartikan dengan kata seru untuk menyambut atau menghormati tamu, yang sederhananya berarti "Selamat Datang". Menurut M. Quraish Shihab dalam bukunya yang berjudul Lentera Hati, para ulama menggunakan kata marhaban –dan bukan ahlan wa sahlan– untuk menyambut bulan Ramadan karena ada perbedaan dalam artinya.

Ahlan terambil dari kata ahl yang berarti “keluarga”, sedangkan sahlan dari kata sahl yang berarti “mudah” (sahl  juga berarti “dataran rendah” karena mudah dilalui oleh para pejalan kaki, tidak seperti tanjakan tinggi). Selain itu dalam ungkapan Ahlan wa sahlan yang artinya juga selamat datang, terdapat ungkapan tersirat yaitu (kamu berada di tengah-tengah) keluarga dan (melangkahkan kaki di) dataran rendah yang mudah.

Marhaban, diambil dari kata rahb yang berarti “luas atau lapang”, sehingga marhaban menggambarkan bahwa tamu yang datang disambut dan diterima dengan dada lapang, penuh kegembiraan serta dipersiapkan baginya ruangan yang luas untuk melakukan apa saja yang diinginkannya. Marhaban Ya Ramadhan, “Selamat datang Ramadan”, berarti:

Kami menyambutmu dengan penuh kegembiraan dan telah persiapkan untukmu tempat yang luas agar engkau bebas melakukan apa saja, yang berkaitan dengan upaya mengasah dan mengasuh jiwa kami.

dm-player

Marhaban Ya Ramadhan, kami menyambutmu dan siap untuk melakukan apa saja demi memperoleh kemuliaan dan kebaikan itu. Marhaban Ya Ramadhan, selamat datang tamu agung yang jika dianalogikan, tamu agung yang berkunjung ke satu tempat, tidak akan datang menemui setiap orang di lokasi tersebut walaupun setiap orang disana mendambakannya.

Sedangkan Ramadhan terambil dari akar kata yang berarti ”membakar” atau “mengasah” Ia dinamai demikian karena pada bulan ini dosa-dosa manusia pupus, habis terbakar, akibat kesadaran, dan amal salehnya. Bulan Ramadan juga diibaratkan sebagai tanah subur yang siap ditaburi benih-benih kebajikan. Semua orang dipersilakan untk menabur, kemudian pada waktunya menuai hasil sesuai dengan benih yang ditanamnya.

Marhaban, kami bergembira dengan kedatanganmu, karena seperti sabda Rasul SAW: “Seandainya umatku mengetahui (semua) keistimewaan Ramadan, niscaya mereka mengharap agar semua bulan menjadi Ramadan.” Di bulan Ramadan ada qadr, malam penentuan yang akan menemui setiap orang yang sudah mempersiapkan diri dengan sebaik baiknya sejak dini pada waktu yang telah ditentukan, yaitu 10 malam terakhir di bulan Ramadan. Kebaikan dan kemuliaan malam Lailat Al-Qadr hanya bisa diraih oleh para pejuang tangguh yang khusyuk beribadah di siang hari dan menghidupkan 10 malam terakhir dengan beribadah mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Marhaban Ya Ramadhan, kami menyambutmu dan siap untuk melakukan apa saja demi memperoleh kemuliaan dan kebaikan yang telah dijanjikan. Apakah yang harus dipersiapkan untuk menyambut bulan agung ini? Jiwa yang suci dan tekad membaja untuk berperang melawan nafsu, menghidupkan malam dengan sholat dan tilawah Qur-an, dan siangnya dengan beribadah kepada Allah melalui pengabdian kepada masyarakat, bangsa dan negara. Semangaat.

Semoga dapat menambah wawasan.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Yogie Fadila
  • Jumawan Syahrudin
  • Retno Rahayu
  • Delvia Y Oktaviani

Berita Terkini Lainnya