Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi wanita berbaring  (pexels.com/Ivan Samkov)
ilustrasi wanita berbaring (pexels.com/Ivan Samkov)

Kalau kamu terlalu sibuk dengan rutinitas, kamu bisa tanpa sadar kehilangan koneksi dengan hatimu sendiri. Pelan-pelan, kamu menjauh dari perasaan yang sebenarnya ingin kamu dengar dan pahami.

Kalau terus dipendam, emosi itu bisa menumpuk dan akhirnya meledak jadi stres, cemas, atau marah besar yang sulit dikendalikan, lho. Oleh karena itu, penting untuk tahu tanda-tanda ketika hubunganmu dengan emosimu mulai renggang. Yuk, kenali ciri-cirinya sebelum terlambat.

1. Kamu masih melabeli emosimu sebagai baik atau buruk

ilustrasi pria bersedih (pexels.com/Andrew Neel)

Kadang kamu terbiasa menganggap perasaan seperti sedih, marah, cemburu, atau kecewa itu sebagai perasaan yang buruk dan memalukan. Sementara perasaan bahagia atau bersyukur dianggap baik dan layak ditunjukkan. Pola pikir seperti ini membuat kamu hanya menerima sebagian emosi, lalu menolak sisanya. Akibatnya, kamu seperti menutup pintu untuk separuh dari dirimu sendiri.

Padahal, semua emosi baik yang menyenangkan maupun yang tidak, punya pesan penting untuk disampaikan, lho. Kalau kamu terus menekan perasaan yang dianggap negatif, kamu malah semakin jauh dari dirimu sendiri. Sebaliknya, dengan menerima semua perasaan apa adanya, kamu memberi ruang untuk benar-benar merasakannya. Dan saat itu terjadi, kamu bisa menjalani hidup dengan lebih jujur dan seimbang.

2. Kamu mengintelektualisasikan emosimu

ilustrasi wanita bersedih (pexels.com/Liza Summer)

Alih-alih membiarkan emosi muncul apa adanya, kamu justru buru-buru memprosesnya dengan logika. Kamu lebih nyaman kalau semua bisa dijelaskan secara masuk akal. Kamu mungkin berkata pada diri sendiri, “Ini wajar, kok,” atau “Aku yang terlalu sensitif.” Padahal, di balik itu bisa saja ada luka yang belum sempat kamu akui.

Memahami emosi lewat logika memang membuatmu merasa aman. Namun, kalau ini jadi kebiasaan, kamu bisa perlahan kehilangan koneksi dengan perasaanmu sendiri. Ingat, emosi itu bukan masalah yang harus cepat-cepat diselesaikan. Ia perlu dirasakan dulu agar penyembuhan yang terjadi benar-benar datang dari dalam dirimu.

3. Kamu sengaja menghindari situasi yang bisa memancing emosimu

ilustrasi wanita berbaring (pexels.com/Ivan Samkov)

Alih-alih menghadapi masalah atau rasa sakit, kamu memilih untuk menghindar. Kamu menutup telinga, pura-pura tidak dengar, atau bertindak seolah semuanya baik-baik saja. Cara ini memang terlihat seperti langkah aman untuk melindungi dirimu. Tapi sebenarnya, kamu justru makin jauh dari kesempatan memahami apa yang benar-benar kamu rasakan, lho.

Perasaan yang seharusnya diproses malah terjebak di dalam dirimu. Lama-kelamaan, emosi itu mengendap dan jadi beban yang tidak terlihat. Tanpa kamu sadari, kamu bisa mulai merasa mati rasa. Bahkan, kamu bisa kehilangan semangat dan minat terhadap banyak hal dalam hidup.

4. Kamu sibuk untuk memperbaiki emosi orang lain

ilustrasi wanita menenangkan wanita bersedih (pexels.com/Liza Summer)

Saat kamu bingung atau tidak nyaman dengan perasaanmu sendiri, tanpa sadar kamu justru sibuk menenangkan orang lain. Kamu mungkin berusaha jadi penengah di tengah masalah, memberi semangat, atau membuat suasana terasa lebih aman. Semua itu kamu lakukan supaya orang lain merasa lebih baik. Tapi di saat yang sama, kamu malah mengabaikan perasaanmu sendiri.

Kalau terlalu fokus pada emosi orang lain, koneksimu dengan emosimu sendiri bisa hilang, lho. Padahal, perasaanmu juga butuh didengar dan dipahami. Kamu punya hak untuk merasakan apa yang kamu rasakan, tanpa harus menahannya demi kenyamanan orang lain. Mengabaikan emosimu terus-menerus hanya akan membuatmu semakin jauh dari dirimu sendiri.

Kamu mungkin mengira bahwa mengabaikan perasaan itu tanda kamu kuat, padahal justru bisa membuat kamu rapuh di dalam. Kalau beberapa poin di atas terasa pas dengan keadaanmu, mungkin ini waktunya berhenti sejenak, melihat ke dalam diri, dan benar-benar mendengarkan hatimu. Berdamai dengan emosi bukan berarti kamu lemah, tapi justru salah satu wujud keberanian yang paling tulus. Yuk, pelan-pelan mulai pulih.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team