4 Manifestasi Sikap Defensif Ini Bisa Menjadi Ancaman Bagi Hubungan

Intinya sih...
Selalu menyangkal fakta atau realitas.
Membuat alasan dan menyalahkan lawan bicara.
Membawa-bawa masa lalu demi membenarkan sikap sekarang.
Ketika kamu salah dan pasanganmu menegur, bagaimana responmu? Apakah menerima teguran dan meminta maaf, atau justru membela diri dengan seribu satu alasan? Hubungan bukan hanya dibangun saat senang atau ketika keadaan baik-baik saja. Melainkan juga saat terjadi gesekan pendapat, salah satu pihak berbuat salah, dan keadaan tidak menyenangkan lain.
Saat itu terjadi, responmu menentukan bagaimana masalah tersebut berdampak pada hubungan kalian. Bila kamu kerap mendengarkan ego sendiri dengan bersikap defensif, maka hati-hati, itu bisa menimbulkan konflik baru. Walau kelihatannya remeh, empat manifestasi sikap defensif ini perlu diwaspadai. Jangan jadikan kebiasaan, ya!
1. Selalu menyangkal fakta atau realitas
Pernah gak, ketika kamu melakukan kesalahan yang sudah jelas-jelas salah, tapi ketika ditegur atau diingatkan masih menyangkal juga? Misal, saat kamu datang terlambat saat ketemuan, alih-alih mengakui salah dan meminta maaf, kamu malah masih berusaha berargumen membela diri?
Sampai kapan kamu mau terus mengikuti egomu sendiri? Lambat laun, kamu tidak akan bisa berubah. Relasi adalah tentang kompromi dan saling menghargai satu sama lain. Tidak mengakui kesalahan bahkan menyangkali fakta adalah salah satu wujud tidak menghargai partnermu.
2. Membuat alasan dan menyalahkan lawan bicara
Sama seperti berbohong, membuat seribu satu alasan demi membela diri adalah wujud lari dari tanggung jawab. Mungkin kamu takut menghadapi kemarahan lawan bicara, mungkin kamu tidak ingin dihukum, tapi bukankah itu seharusnya adalah konsekuensi dari tindakanmu
Dengan menyalahkan lawan bicara, kamu malah memanipulasi percakapan dan membuat doi seolah-olah yang bersalah. Bukannya menyelesaikan masalah, malah bikin keadaan makin runyam. Kamu pun tidak akan bertumbuh secara pribadi, karena kerap berpikiran sempit dengan tidak mau disalahkan.
3. Membawa-bawa masa lalu demi membenarkan sikap sekarang
Jangan salah, membawa-bawa masa lalu untuk membenarkan diri termasuk sikap defensif. Demi melindungi diri dari omelan doi, kamu berusaha sebisa mungkin untuk menuding kembali rasa bersalah itu pada lawan bicara.
Padahal, serelevan apa pun topiknya, tetap apa yang sudah berlalu tidak seharusnya dikaitkan dengan masa sekarang. Yang ada, malah jadi konflik berkepanjangan karena tidak adanya kedewasaan emosional.
Tiap ada masalah, kamu malah menjadikan pengalaman dulu-dulu sebagai senjata untuk “menyerang” partnermu. Dalam hubungan apa pun—profesional maupun personal—kebiasaan ini bisa berdampak buruk.
4. Meninggalkan percakapan tanpa menyelesaikan masalah
Silent treatment adalah salah satunya. Kamu bersikap defensif dengan dalih menjaga perasaan diri, padahal sebenarnya gengsi untuk berkompromi dengan doi.
Ketahuilah, mendiamkan seseorang atau meninggalkan masalah sebelum diselesaikan tidak akan membuat keadaan makin baik. Mungkin kamu berpikir bahwa dengan ini, semua dapat kembali baik-baik saja. Padahal, kamu bagai menyimpan bom waktu yang bisa meledak kapan pun.
Hubungan pada akhirnya adalah soal komunikasi dan kompromi. Dan salah satu aspek penting untuk bisa berkompromi adalah menurunkan ego sendiri. Jangan sampai demi mementingkan ego, kamu jadi pribadi yang defensif saat menyelesaikan masalah.