Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi persahabatan (pexels.com/Allan Mas)
ilustrasi persahabatan (pexels.com/Allan Mas)

Intinya sih...

  • Lebih mengingat kesalahan daripada kebaikan sahabat

  • Saling sindir di medsos maupun interaksi langsung

  • Malas bertemu bukan karena gak ada waktu

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Barangkali benar bahwa tidak ada yang abadi di dunia fana ini. Termasuk persahabatan yang tadinya dibanggakan sebagai hubungan terbaik. Persahabatanmu dengan siapa pun bisa saja di kemudian hari tak menyisakan apa-apa.

Bahkan tidak sekadar kenangan indah karena yang terekam dalam memori masing-masing hanyalah kepahitannya. Kalau kalian bisa cepat mendeteksi tanda-tanda kerusakan, mungkin persahabatan dapat diselamatkan. Akan tetapi, jika kalian kukuh dengan ego sendiri-sendiri, persahabatan akan segera menjadi cerita lama.

Tentu gak ada persahabatan yang bebas dari masalah. Namun, lima tanda ini menunjukkan persahabatan yang sudah di ujung tanduk. Persahabatan sukar sekali diperbaiki kembali. Kalian bahkan tak nyaman saat teringat persahabatan yang terjalin sekian lama.

1. Lebih mengingat kesalahan daripada kebaikan sahabat

ilustrasi persahabatan (pexels.com/Thirdman)

Tak ada orang yang bersih dari kesalahan. Akan tetapi, bila kamu sudah sampai bersahabat dengan seseorang pasti ada kenyamanan yang dirasakan ketika bersama. Rasa nyaman itu tidak akan timbul apabila dia gak bersikap baik padamu.

Artinya, kebaikannya tentu jauh lebih banyak daripada keburukan atau kesalahan yang pernah diperbuatnya padamu. Namun, sekarang kamu lebih teringat pada kesalahan-kesalahan yang tak seberapa itu. Demikian juga memorinya tentangmu.

Setiap kesalahan tersebut menjadi terasa lebih besar serta melukai daripada aslinya. Perasaan ini mencemari ingatan kalian yang murni. Setiap kamu mengingat sahabat maupun sebaliknya, bawaannya pasti sebal. Dari waktu ke waktu ingatan kalian justru kesulitan menemukan kebaikan masing-masing.

2. Saling sindir di medsos maupun interaksi langsung

ilustrasi persahabatan (pexels.com/George Pak)

Saling sindir bisa candaan belaka. Dapat juga lama-lama menjadi amat serius. Kalau cuma candaan, misalnya saat kamu menyindir sahabat yang kalau janjian sering telat. Atau, sahabat menyindirmu yang kemarin menonton film sendirian tanpa mengajaknya.

Tidak ada masalah besar yang melatarbelakangi sindiran itu. Ekspresi kalian ketika saling sindir malah lucu. Suasana pun lekas kembali mencair dan seperti biasa lagi. Sementara itu, sindiran yang mengarah pada kehancuran persahabatan jauh lebih serius.

Kata-kata yang dipilih amat tajam. Sengaja buat melukai lawan bicara. Sindiran yang sama juga terus diulang-ulang. Jangankan kamu yang menjadi target sindiran. Orang-orang di sekitar kalian saja segera merasa kikuk. Mereka langsung tahu ada yang tak beres di antara kalian.

3. Malas bertemu bukan karena gak ada waktu

ilustrasi persahabatan (pexels.com/Ivan Samkov)

Memang persahabatan secara alami akan diuji oleh beberapa hal. Seperti perbedaan antarindividu, jarak, dan kesibukan masing-masing. Namun, rasa ingin bertemu seharusnya tetap ada bahkan kuat dalam diri kalian. Cuma menyesuaikan jadwalnya yang sulit.

Sering kali ini bisa dijembatani dengan komunikasi via chat. Akan tetapi, persahahatan yang tinggal menunggu waktunya bubar tak menyisakan sedikit pun keinginan bertemu. Kalian saling menghindari segala bentuk perjumpaan.

Atau, hanya satu dari kalian yang ingin bertemu. Satu lagi menanggapi terlalu dingin, menganggapnya tak penting, bahkan menolak mentah-mentah. Ini bukan lagi soal sibuk dan tidak ada waktu. Namun, ada rasa anti yang kuat dan menjaraki kalian.

4. Bersikap tidak peduli saat sahabat butuh perhatian lebih

ilustrasi persahabatan (pexels.com/Md Jawadur Rahman)

Tentu orang terdekat sahahat bukan cuma kamu. Demikian pula dirimu memiliki pasangan, saudara, dan teman-teman lainnya. Akan tetapi, ketidakpedulian adalah tanda persahabatan sudah kehilangan pilar terpentingnya. Tanpa kepedulian, kalian tidak ubahnya dua orang asing.

Malah interaksi dengan orang asing pun mungkin masih lebih baik ketimbang hubunganmu dengan sahabat. Orang asing kerap menunjukkan sikap acuh tak acuh karena memang gak tahu apa saja yang terjadi padamu. Sementara sahabat sebenarnya sangat tahu.

Namun, ia memilih seakan-akan membutakan mata dan telinga. Dia gak ada untukmu. Ia hilang tak berjejak. Begitu juga kamu ketika sahahat sedang memerlukan perhatian dan dukungan lebih. Contohnya, dirimu gak melayat ketika orangtuanya berpulang. Bahkan mengucapkan belasungkawa pun tidak.

5. Bahagianya menjadi lukamu, begitu pun bahagiamu menyakitinya

ilustrasi persahabatan (pexels.com/Airam Dato-on)

Dulu saat persahabatan kalian masih normal, kamu dan dia merayakan setiap momen bahagia bersama-sama. Kamu diterima kerja duluan, sahabat yang masih menganggur tulus ikut senang. Saat akhirnya dia juga bekerja, dirimu pun berbahagia bersamanya.

Namun, kini hubungan kalian tidak lagi semurni ini. Ada noda besar yang justru membuat kebahagiaanmu menyakitinya. Demikian juga kebahagiaannya terasa sebagai luka untukmu. Maknanya, kedengkian mulai timbul. Padahal, itu seharusnya sama sekali tidak ada dalam persahabatan.

Daya rusaknya amat besar. Kalian tanpa sadar akan saling berusaha merusak momen bahagia masing-masing. Jangan merasa persahabatan kalian aman sebab kamu masih ikut sedih saat ia berduka. Gak bisa berbahagia atas kabar baik tentang sahabat adalah tanda persahabatan kalian sudah hancur.

Persahabatan yang berkurang kedekatannya semata-mata karena jarak dan kesibukan masing-masih tidak menyisakan kepedihan di hati. Sedang persahabatan yang telah diwarnai lima hal di atas bikin kalian sama-sama selalu merasa negatif. Boleh jadi menjaga jarak adalah yang terbaik ketimbang kalian dekat, tapi terus berseteru.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team