Pernahkah kamu merasa bahwa dalam beberapa hubungan pertemanan, ada perasaan bahwa segala sesuatu harus ada timbal baliknya? Misalnya, kalau kamu memberikan perhatian lebih, harapannya juga ada sesuatu yang kembali. Ini bukan lagi soal saling mendukung atau menghargai, melainkan lebih pada sebuah transaksi—memberikan sesuatu dengan harapan bisa mendapatkan sesuatu juga. Tidak sedikit dari kita yang terjebak dalam lingkaran semacam ini tanpa sadar, dan dampaknya bisa jauh lebih buruk daripada yang kita bayangkan.
Pertemanan transaksional memang bisa terasa nyaman di awal, karena menawarkan keuntungan yang terlihat jelas. Namun, di balik kenyamanan itu ada potensi bahaya bagi kesehatan mental kita. Sebagai makhluk sosial, kita membutuhkan hubungan yang tulus, di mana dukungan diberikan tanpa ada kalkulasi. Ketika hubungan menjadi penuh transaksi, kita kehilangan esensi dari pertemanan itu sendiri.
