TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Perempuan yang Dipoligami Lebih Rentan Alami Masalah Kesehatan Mental

#IDNTimesLife Begini kata psikolog

pexels.com/Anete Lusina

Umumnya, setiap perempuan menginginkan pernikahan monogami, yang mana memperbolehkan seorang laki-laki mempunyai satu istri pada jangka waktu tertentu. Namun pada kenyataannya, ada kasus perempuan yang mengalami poligami karena alasan tertentu.

Peneliti menemukan perempuan yang dipoligami cenderung lebih banyak mengalami kecemasan, kurangnya kepuasan hidup dan pernikahan, serta rendahnya kepercayaan diri. Lantas, mengapa ada perempuan yang rela dipoligami?

Kami mengulik fenomena ini lebih dalam bersama Psikolog Klinis Forensik Adityana Kasandra Putranto. Berikut ulasan selengkapnya!

1. Faktor yang menyebabkan perempuan mengambil opsi poligami

pexels.com/Blue Bird

Fenomena poligami bukanlah tanpa sebab. Istri dan suami punya alasan sendiri kenapa mereka melakukan praktik, yang menurut sebagian besar orang, kurang lazim dilakukan di era modern seperti sekarang.

Melalui wawancara pada Kamis (22/04/2021), Psikolog Klinis Adityana Kasandra Putranto, mengatakan ada beberapa faktor yang menyebabkan istri bersedia dipoligami oleh suaminya.

"Umumnya, faktor penyebab perempuan mau di poligami adalah karena masalah eksternal atau masalah internal," terang Kasandra. 

Menurutnya, faktor eksternal bisa jadi muncul dari dalam diri, baik karena terkait keluarga, teman, lingkungan masyarakat, pasangan, sampai media dan nilai universal yang berupa pengaruh atau dorongan dan motivasi sampai intimidasi. 

Sementara faktor internal termasuk dalam diri individu. Perempuan yang dipoligami bisa jadi merasa belum bisa memenuhi kewajiban sebagai seorang istri.

Misalnya, dalam hal ini adalah memberi keturunan atau belum bisa melahirkan keturunan laki-laki sehingga istri gak punya kekuatan menolak permintaan suami. Begitu pula ketika menghadapi kasus istri yang terlalu bergantung pada suaminya. 

2. Alasan poligami dari sudut pandang suami

Shutterstock.com/Volodymyr TVERDOKHLIB

Dalam studi Success and Failure Among Polygamous Families: The Experience of Wives, Husbands, and Children tahun 2006, Solim-Nevo dan Al-Krenawi melakukan wawancara kepada 10 keluarga yang mempraktikkan poligami di kota Arab Badui, tepatnya di Israel bagian selatan.

Hasilnya menyebutkan beberapa alasan pria mempraktikkan poligami, yang mana di antaranya adalah sebagai berikut:

  • Ada ketidakpuasan pada hubungan pernikahan yang sekarang
  • Ada keinginan menjalankan ajaran dalam agama tertentu
  • Faktor keinginan untuk memiliki lebih banyak keturunan
  • Membantu kondisi ekonomi orang lain melalui poligami

Baca Juga: 9 Kiat Meramu Hubungan Cintamu agar Selalu Langgeng

3. Perempuan yang dipoligami cenderung lebih rentan akan masalah-masalah mental dibandingkan dengan yang monogami

pexels.com/Anete Lusina

Ketika ditanya bagaimana kondisi psikologis, khususnya persepsi tentang diri perempuan setelah dipoligami, Psikolog lulusan Psikologi Universitas Indonesia itu, memaparkan perspektifnya. 

"Berbagai penelitian membuktikan bahwa pada umumnya, setelah dipoligami, persepsi perempuan terhadap dirinya cenderung akan lebih buruk. Bahkan, perempuan yang dipoligami cenderung lebih rentan akan masalah-masalah mental dibandingkan dengan yang monogami," terangnya.  

Hal ini sejalan dengan penelitian Shepard tahun 2012 yang bertujuan mengidentifikasi dan menilai keadaan penelitian prevalensi kini tentang kesehatan mental wanita poligini atau istri jamak.

Pada riset yang berjudul The Impact of Polygamy on Women's Mental Health: A Systematic Review itu, peneliti membandingkan masalah kesehatan mental pada perempuan poligini dengan perempuan monogami.

Hasilnya menunjukkan, perempuan yang dipoligami cenderung lebih banyak yang mengalami kecemasan, kurangnya kepuasan hidup dan pernikahan, serta rendahnya kepercayaan diri. 

4. Dalam kasus poligami, apakah mungkin suami bisa berlaku adil pada istri?

pexels.com/Gary Barnes

Menurut riset oleh Solim-Nevo dan Al-Krenawi, kehidupan perempuan setelah dipoligami bermacam-macam. Yang pasti, tidak ada jaminan 100 persen jika semuanya berjalan baik-baik saja.

Temuan memperlihatkan kedua dampak poligami dalam keluarga yang mampu berfungsi baik maupun keluarga yang berfungsi buruk atau menyakitkan, terutama bagi istri. Hal ini juga senada dengan penuturan Kasandra.

"Ada yang tadinya disayang, lalu sering diteriaki dan dipukuli. Namun, ada pula suami yang berlaku adil terhadap kedua istrinya dari segi harta dan kasih sayang," ujar Kasandra lagi.

Menyoal perlakuan adil ini, Kasandra menyebut jika semua itu tergantung pada profil psikologis individu, baik itu dari sisi suami maupun istri.

Lebih spesifik lagi, Khotimah pada tahun 2010, melakukan studi terkait dampak psikologis istri yang dipoligami. Temuan ini menunjukkan adanya rasa cemburu, stres atau tertekan, rasa bersalah, serta ketakutan menimbulkan masalah bagi perempuan yang dipoligami. 

5. Apakah ada perempuan yang rela dipoligami oleh suami?

pexels.com/Anete Lusina

Dalam pandangannya, Kasandra mengatakan semua keputusan kembali pada pilihan pribadi masing-masing. Setiap individu punya alasan masing-masing untuk rela atau gak merelakan terjadinya poligami dalam hubungan pernikahan.

Selain karena faktor istri yang gak bisa hamil, ada beberapa faktor lain yang menjadi alasan perempuan rela dipoligami.

"Istri mungkin mengalami sakit keras sehingga gak bisa berfungsi dalam kesehariannya dengan baik, atau ada seorang janda yang memiliki tanggungan banyak anak dan mengalami kesulitan ekonomi, sampai akhirnya melakukan poligami untuk membantu kondisi kesulitan ekonomi keluarganya," lanjutnya.

Baca Juga: Benarkah Perempuan Lebih Tertarik pada Bad Boys? Ini Alasannya

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya