TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

6 Makna Mendalam di balik Prosesi Pernikahan Adat Jawa Solo

Keturunan Keraton Solo segera merapat

bridestory.com/allseasons-photo

Salah satu kebanggaan pasangan saat melangsungkan pernikahan adalah ketika bisa mengikuti prosesi adat leluhur yang sudah menjadi tradisi secara turun-temurun. Meski harus melalui rangkaian panjang, memakai adat justru menambah sakral dan suci jalannya pernikahan. 

Suku Jawa adalah suku besar yang memiliki budaya beragam di Indonesia, termasuk satu di antaranya adalah budaya Jawa Solo. Berikut adalah rangkaian prosesi pernikahan Jawa Solo beserta maknanya. Rangkaian pernikahan adat Jawa Solo dibagi menjadi rangkaian saat lamaran dan saat upacara pernikahan. Untuk lebih lengkapnya, simak penjelasan berikut ini.

1. Untuk prosesi awal terdiri dari lamaran, pasang tarub dan bleketepe, pasang tuwuhan dan buncahan, serta siraman

bridestory.com/allseasons-photo

Lamaran adalah niatan awal dari kesungguhan hubungan. Poin dari proses lamaran adalah menanyakan kesediaan gadis untuk dipersunting sebagai istri. Saat dimana lelaki memberi pengikat berupa paningset cincin kawin, sandang wanita, pisang dan sirih ayu, jeruk gulung, cengkir gading, tebu wulung, nasi golong, serta kain batik. 

Setelah itu dilanjutkan dengan pasang tarub dan bleketepe yang bermakna bahwa sang tuan rumah akan menyelenggarakan hajatan atau mantu. Acara diawali dengan memasang peneduh, bleketepe untuk para tamu terbuat dari anyaman daun kelapa. Biasanya ini akan diganti dengan tenda dan dikerjakan simbolis oleh ayah dan ibu mempelai wanita yang mencerminkan sikap gotong-royong pasangan suami istri. Ritual ini diiringi doa pada Tuhan Yang Maha Esa.

Kemudian dilanjutkan dengan pasang tuwuhan dan buncahan. Tuwuhan berarti tumbuh-tumbuhan yang ditaruh di sisi kanan-kiri pintu utama yang dilalui mempelai. Tumbuhan ini terdiri dari dua tanda pisang raja yang sudah matang, kelapa muda daun randu dan sebatang padi. Maknanya adalah kelak pengantin akan memperoleh kemakmuran, kehormatan, serta keturunan yang berbakti. Buncalan atau sesajen biasanya ditaruh di empat pojok rumah, tengah rumah, kamar pengantin, kamar mandi, pelaminan, pintu masuk, dapur dan tempa penting lain yang berfungsi untuk menolak bala.

Setelah pemasangan sesajen, selanjutnya adalah upacara siraman yang dilaksanakan oleh kedua mempelai di kediamannya masing-masing. Menurut adat, orang yang melakukan siraman berjumlah ganjil, tujuh atau sembilan orang. Prosesi ini memiliki arti menyucikan diri dari sifat-sifat buruk. Selanjutnya meratatus rambut atau memberi wewangian dan proses membuat paes yang hanya dilaksanakan oleh calon mempelai wanita. 

2. Kemudian dilanjutkan dengan prosesi dodol dawet, pelepasan ayam, tanam rikmo, dan midodareni

bridestory.com/allseasons-photo

Prosesi dodol dawet atau jualan dawet dilakukan oleh kedua orang tua calon mempelai wanita. Ini menyimbolkan tekad kedua orang tua untuk menikahkan putrinya. Bulir-bulir dawet menjadi tanda harapan agar tamu undangan yang datang akan melimpah. Uniknya, tamu yang datang nanti wajib membeli dawet dengan menggunakan kreweng atau wingka (pecahan genting).

Masih dilakukan oleh kedua orang tua mempelai wanita, pelepasan ayam adalah salah satu yang membedakan dengan pernikahan adat Jawa Jogjakarta. Pelepasan ayam bermakna bahwa orang tua telah rela melepas putri mereka untuk hidup mandiri dan semoga ke depannya selalu dipermudah mendapatkan rezeki. 

Kemudian dilanjutkan dengan tanam rikmo atau prosesi setelah utusan yang membawa rambut mempelai pria datang ke rumah calon mempelai wanita. Rambut mempelai pria  disatukan dengan rambut tengkuk yang diambil saat upacara ngerik saat siraman dengan cara dikuburkan di tempat yang sudah ditentukan ayah, ibu, serta saudara kandung mempelai wanita. Harapan dari prosesi ini bahwa keburukan yang pernah terjadi pada kedua mempelai terkubur bersama seluruh helaian rambut. 

Selanjutnya adalah midodareni  atau upacara yang dilakukan sehari sebelum hari-H mulai petang hingga tengah malam. Calon mempelai wanita tidur dan ditemani oleh pini sepuh. Upacara ini konon menunjukkan bahwa akan ada bidadari yang bertandang untuk menganugerahkan kecantikannya bagi  calon mempelai wanita. Selama midodareni, mempelai wanita tidak diperkenankan bertemu calon mempelai pria. Di lain lokasi, calon mempelai pria datang ke rumah mempelai wanita dengan menyerahkan seserahan lengkap. 

3. Setelah itu prosesi tantingan, jonggolan, turunnya kembar mayang, angsul-angsul, dan wilujengan majemukan dilakukan sebelum upacara

solotrust.com

Tantingan adalah saat dimana ayah dan ibu menanyakan kesungguhan putrinya untuk menikah. Kemudian jawaban diserahkan orang tua dan sebagai syarat pernikahan satu permintaan untuk dicarikan sepasang kembar mayang.

Selelah itu dilanjutkan dengan jonggolan atau acara yang menunjukkan bahwa mempelai pria dalam keadaan sehat. Pelaksanaan jonggolan hanya boleh dilaksakan di teras atau beranda.teras atau beranda.

Turunnya kembar mayang memiliki dua arti yaitu dewandaru yang bermakna supaya mempelai pria kelak mampu memberi pengayoman lahir batin kepada keluarga dan kalpandaru yang bertujuan agar rumah tangga yang dibina akan tetap langgeng. Konon dalam kepercayaan Jawa, kembar mayang dipinjam dari Dewa dan dikembalikan kembali dengan cara dihanyutkan atau dibuang di perempatan jalan. 

Kemudian dilanjutkan dengan angsal-angsul  atau bingkisan balasan untuk pihak keluarga pria dari mempelai wanita. Barang yang tidak boleh ketinggalan adalah kancing gelung berupa seperangkat pakaian lengkap pria beserta keris pusaka untuk dikenakan dan disandang ketika upacara panggih. 

Wilujengan majemukan adalah prosesi dimana keluarga besar wanita sepeninggal keluarga mempelai pria. Ini adalah saat dimana mempelai wanita merogoh isi perut opor ayam jantan guna mengambil hatinya. Ritual ini menyiratkan agar mempelai wanita dapat selalu mengambil hati sang suami. 

Baca Juga: 18 Arti Prosesi Sakral Pernikahan Adat Jawa yang Dijalani Paula-Baim

4. Pada saat upacara hari-H diawali dengan upacara panggih, penyerahan sanggan dan balangan gantal, ngidak tigan, dan sinduran

bobandsuewilliams.com

Upacara panggih dimulai setelah kedua mempelai sah menjadi suami istri dan dipertemukan di kursi pelaminan. Sebelumnya mempelai wanita telah lebih dulu duduk di pelaminan bersama kedua orang tua, namun orang tua pada pihak pria belum diperkenankan hadir. 

Selanjutnya adalah penyerahan sanggan dan balangan gantal. Pihak mempelai pria menyerahkan pisang sanggan pada ibu dari mempelai wanita. Selain itu beberapa yang bahan yang tidak bisa ditinggalkan adalah pisang raja, sirih ayum kinang, kembang telon, benang lawe, dan tunas pohon kelapa. Kemudian dilanjutkan dengan upacara balangan gantal atau saling melempar lintingan sirih yang diisi dengan buah pinang. Maknanya adalah bentuk sambutan pihak keluarga pria di kediaman wanita.

Kemudian ngidak tigan  atau prosesi menginjak telur ayam kampung dilakukan oleh mempelai pria. Prosesi ini bermakna bahwa mempelai pria telah siap memberikan keturunan. Setelah itu mempelai wanita membersihkan kaki mempelai pria sebagai bakti seorang istri kepada suami. Kemudian orang tua mempelai wanita membasuhkan air di tengkuk kedua mempelai agar kelak mempelai senantiasa sabar dan tenang menjalani kehidupan rumah tangga.

Sinduran adalah prosesi melingkarkan kain di pundak kedua mempelai. Kain warna merah menjadi lambang milik wanita sedangkan putih menjadi lambang miliki pria, ini bermakna kedua mempelai bisa melanjutkan keturunannya dan sang ayah yang berada di depan selaku pembimbing putra-putrinya menuju kebahagiaan. Ibu mempelai wanita berada di barisan belakang dan memegang kedua mempelai bermakna memberi dorongan.

5. Kemudian dilanjutkan dengan bobot timbang dan tanem jero, ritual kacar kucur, dhahar klimah, serta ngunjuk rujak degan

bridestory.com/allseasons-photo

Pada prosesi bobot timbang dan tanem jero, ayah mempelai wanita duduk memangku mempelai wanita di paha kiri dan pria di paha kanan. Ibu kemudian menanyakan, lebih berat mana? Jawabannya sama saja, lantaran keduanya adalah anak sendiri, meskipun menantu. Masih dilakukan oleh ayah mempelai wanita, kedua mempelai yang berdiri membelakangi kursi pelaminan dan mendudukkan kedua mempelai dengan cara menepuk dan menekan pundak keduanya secara bersama. Ayah mengucapkan selamat dan doa selama mendudukkan putra-putrinya. 

Setelah itu diadakan ritual kacar kucur,  dimana ritual ini bermakna mempelai pria bersedia bertanggung jawab untuk menafkahi keluarga, sementara istri menerima nafkah berkewajiban memakai nafkah dengan bijak. Pada saat suap-suapan atau yang disebut dhahar klimah ini, kedua pengantin saling suap-suapan dan ditutup dengan memakan lauk pauk pindang hati sebagai ungkapan kemantapan hati.

Setelah itu, ngunjuk rujak degan  dilakukan dari serutan kelapa muda yang dicampur air dan gula merah. Rujak degan yang segar dicicipi pertama oleh ayah mempelai wanita yang disuapi sang istri. 

Baca Juga: 10 Pernak-Pernik Pernikahan Adat Jawa & Filosofinya, Sudah Tahu Belum?

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya