TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

6 Aturan Pengangkatan Anak Menurut Adat Minang, Bisa Dapat Warisan?

Anak angkat bukan anak pungut

Ilustrasi keluarga Minang (instagram.com/emzet_64)

Fenomena pengangkatan anak di Indonesia sudah ada sejak lama, termasuk dalam masyarakat adat. Namun tiap adat memiliki motivasi, tata cara, dan akibat hukum yang berbeda beda.

Pada mulanya sistem matrilineal (garis keturunan ibu) dalam adat Minang tidak mengakui adanya pengangkatan anak atau adopsi. Mengapa demikian? Sebab, hal tersebut dapat menyebabkan kacaunya sistem kewarisan.

Namun, seiring berjalannya waktu, adat Minang mulai mengatur sistem dan kedudukan anak angkat. Berikut ini enam aturan pengangkatan anak menurut adat Minang.

1. Memiliki suku yang sama dengan ibu angkatnya

Ilustrasi Ibu dan anak angkatnya (instagram.com/sarwendah29)

Setelah menjalankan prosesi adat, yaitu upacara pengangkatan anak maka secara otomatis anak angkat akan memiliki suku yang sama dengan ibu angkatnya. Hal ini berkaitan dengan sistem kekerabatan yang dianut masyarakat Minang.

Misalnya, anak angkat bernama Ghifarido memiliki ayah angkat bernama Albert Chaniago dan ibu angkat bernama Suhaeni Tanjung. Chaniago merupakan suku ayah dan Tanjung merupakan suku ibu angkatnya. Maka, anak angkat bernama Ghifarido Tanjung.

Baca Juga: Bak Darah Daging Sendiri, 10 Potret Kedekatan Artis Bareng Anak Angkat

2. Tidak boleh mencantumkan nama ayah angkat di belakang namanya

Ilustrasi ayah dan anak angkatnya (instagram.com/ruben_onsu)

Konsep dasar hukum adat Minang yaitu "Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah". Berdasarkan konsep ini berarti hukum adat Minang sejalan dengan hukum Islam dan tidak bertentangan dengan Al-Qur'an.

Mengangkat seorang anak dalam Islam pada hakikatnya dilarang jika memutuskan nasab kedua orang tua kandungnya. Berlandaskan hal tersebut, hukum adat Minang melarang menambahkan nama ayah angkat di belakang nama anak angkatnya.

3. Dilarang menikahi saudara angkatnya

Potret kakak beradik (instagram.com/sarwendah29)

Apabila anak angkat berjenis kelamin laki-laki dan saudara angkatnya berjenis kelamin perempuan ataupun sebaliknya, menurut hukum adat Minang mereka tidak diperbolehkan untuk menikah (pernikahan pantang).

Walaupun menurut hukum Islam pernikahan tersebut sah karena tidak ada hubungan darah, namun menurut hukum adat Minang perkawinan satu suku merupakan pelanggaran adat istiadat. Jika hal tersebut terjadi akan dikenakan sanksi dengan membayar satu ekor kerbau.

Baca Juga: Adem, 10 Potret Manis Anjasmara dan Dian Nitami Bareng Anak Angkat

4. Kedudukan anak angkat sama seperti anak kandung

Potret keluarga bahagia (instagram.com/sarwendah29)

Kedudukan, hak, dan kewajiban anak angkat setelah upacara pengangkatan anak sudah sama seperti anak kandung. Orang tua angkat serta anggota suku setempat wajib melindungi segala hak yang dimiliki oleh anak tersebut.

Apabila di kemudian hari ada yang menghina anak angkat dengan sebutan "anak pungut" atau hinaan lainnya, akan ditegur. Bila teguran tidak dihiraukan, akan dituntut secara adat oleh ninik mamak (orang yang dituakan) keluarga yang mengangkat.

5. Bukan ahli waris orang tua angkatnya

unsplash.com/Jp Valery ilustrasi harta yang lenyap

Berkaitan dengan harta warisan, anak angkat bukan merupakan ahli waris dari orang tua angkatnya. Anak angkat yang masih memiliki orang tua kandung atau dalam istilah Minang disebut urang bainduak, tetap menjadi ahli waris orang tua kandungnya (jika ada). Anak angkat tersebut juga masih memiliki hak dan kewajiban sebagaimana orang tua dan anak kandung. Dalam kata lain, pengangkatan anak dalam adat Minang tidak akan memutuskan hubungan darah.

Writer

Hani Fatinisa

Culture enthusiast

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya