Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow
WhatsApp Channel &
Google News
Dunia Sastra Indonesia tengah berduka. Pasalnya, penyair legendaris Sapardi Djoko Damono tutup usia pada Minggu (19/7/2020). Meski jasadnya telah tiada, namun karya-karyanya tetap abadi di dunia ini.
Memang, semasa hidupnya, almarhum terus menghasilkan puisi penuh makna. Beberapa di antaranya pun menggambarkan rasa patah hati dalam metafora yang indah. Berikut di antaranya!
1. Aku Tengah Menantimu
Aku tengah menantimu, mengejang bunga randu alas
di pucuk kemarau yang mulai gundul itu
berapa juni saja menguncup dalam diriku dan kemudian layu
yang telah hati-hati kucatat, tapi diam-diam terlepas
awan-awan kecil melintas di atas jembatan itu, aku menantimu
musim telah mengembun di antara bulu-bulu mataku
kudengar berulang suara gelombang udara memecah
nafsu dan gairah telanjang di sini, bintang-bintang gelisah
telah rontok kemarau-kemarau yang tipis; ada yang mendadak sepi
di tengah riuh bunga randu alas dan kembang turi aku pun menanti
barangkali semakin jarang awan-awan melintas di sana
dan tak ada yang merasa ditunggu begitu lama, kau pun tiada
Puisi "Aku Tengah Menantimu" merupakan salah satu puisi dari buku "Sihir Hujan" tahun 1984. Puisi 3 bait ini mengisyaratkan seseorang yang terus menanti dengan setia, meski ternyata yang ditunggunya tak kunjung datang. Apakah ini yang sedang kamu rasakan?
2. Kenangan
unsplash.com/Elijah O'Donnell Ia meletakkan kenangannya
dengan sangat hati-hati
di laci meja dan menguncinya
memasukkan anak kunci ke saku celana
sebelum berangkat ke sebuah kota
yang sudah sangat lama hapus
dari peta yang pernah digambarnya
pada suatu musim layang-layang
Tak didengarnya lagi
suara air mulai mendidih
di laci yang rapat terkunci.
Ia telah meletakkan hidupnya
di antara tanda petik
Ibarat mengubur luka lama yang tak ingin di kuak kembali, Sapardi Djoko Darmono menulis "Kenangan" sebagai salah satu puisi dari buku "Kolam" (2009). Puisi menyentuh ini, cocok untukmu yang memiliki luka dan berusaha untuk menyembunyikannya.
Baca Juga: 10 Kutipan Indah Penuh Makna Karya Sapardi Djoko Damono
3. Hari pun Tiba
Pixabay.com/Victoria_Borodinova Hari pun tiba. Kita berkemas senantiasa
kita berkemas sementara jarum melewati angka-angka
kau pun menyapa: ke mana kita
tiba-tiba terasa musim mulai menanggalkan daun-daunnya
Tiba-tiba terasa kita tak sanggup menyelesaikan kata
tiba-tiba terasa bahwa hanya tersisa gema
sewaktu hari pun merapat
jarum jam sibuk membilang saat-saat terlambat.
Lanjutkan membaca artikel di bawah
Editor’s picks
Ketika mencintai seseorang, akan tiba harinya di mana kita akan berpisah. Salah satu puisi dari buku "Duka-Mu Abadi" (1967) karya Sapardi ini, menggambarkan perasaan menyesal yang kerap membekas saat hari berpisah akhirnya tiba.
4. Hujan Bulan Juni
pexels.com/Burak Kucukparmaksiz Tak ada yang lebih tabah
dari hujan bulan Juni
dirahasiakannya rintik rindunya
kepada pohon berbunga itu
Tak ada yang lebih bijak
dari hujan bulan Juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya
yang ragu-ragu di jalan itu
Tak ada yang lebih arif
dari hujan bulan Juni
dibiarkannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon bunga itu
"Hujan Bulan Juni" (1994) merupakan puisi yang dikenal masyarakat secara luas. Bila ditafsirkan, puisi ini menggambarkan ketabahan dan perjuangan seseorang yang mau selalu berjuang dalam penderitaan. Tentu cocok sekali menggambarkan perasaan patah hati yang terbenam sejak lama.
Baca Juga: Puisi 'Aku Ingin' Ditulis Sekali Jadi, Sapardi: Cuma 15 Menit