TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Teruntuk Kita yang Terpisahkan Jarak: Tak Akan Aku Biarkan Cinta Ini Memudar, Bahkan Terputus

Berlapang dadalah sayang, karena jarak ini bukan apa-apa.

pexels.com

Hanya kepada diam, aku mengadu rindu. Dalam perjuanganku menggapai cita-cita, berkejaran dengan waktu dan bercumbu dengan buku-buku, namun kehadiranmu selalu saja memaksa untuk membaur dalam pikiranku. Walau ketika bertemu, senyumanku kepadamu memancarkan sejuta kebahagiaan. Tapi sungguh, itu hanyalah kedokku untuk terlihat baik-baik saja di hadapanmu.

Aku dan kamu memang tak seperti pasangan yang semestinya. Pasangan yang setiap harinya bisa bertemu, pulang dan pergi bersama. Bahkan untuk berkomunikasi via suara pun, kita mesti memadu janji agar tidak mengganggu kesibukan masing-masing. Tapi percayalah sayang, pada jarak ratusan kilometer inilah aku dan kamu akan disukseskan Tuhan di masa depan nanti. Hanya saja, kepada kita yang terpisah akan jarak, mampukah kamu menanggung sesak?

Dalam mencintai seseorang, terkadang kita sampai tidak menyisakan tempat bagi hal lainnya, seperti sekadar bertanya, “Apakah dia adalah cinta yang sebenarnya, cinta yang sejati?”

hgabmag.com
Ya, apakah kamu adalah cinta sejatiku? Yang tidak bertemu muka sekian lama, yang tidak berpeluk ketika salah satu sedang mengeluh. Ada perih yang disisakan sakit ketika aku mencoba untuk membuka kembali kepingan kenangan kebersamaan kita. Tanpa disadari, ternyata kita sudah melalui berbagai cerita yang teramat berharga apabila harus kita akhiri.

Apalagi, saat aku tanpa sengaja melihat history akan status di salah satu akun media sosialmu. Terlihat beberapa teman jenismu yang menuliskan komentar-komentar penuh kemanjaan untuk menarik perhatianmu. Bagaimana bisa aku hanya bersikap biasa saja akan hal itu? Di saat hatiku sudah dibanjiri oleh lautan prasangka.

Tidakkah demikian yang namanya cinta sejati? Menorehkan senyuman untuknya walaupun sebenarnya kita menumpuk sedih, bahkan perih yang belum terobati teramat sangat.

pexels.com

Tak sepatutnya aku merajuk ketika kita saling bertukar kabar – menanyakan keadaan masing-masing. Ketidakhadiranmu seakan melatihku untuk semakin mengenal akan arti kesabaran. Daripada chatting yang bertajuk pertengkaran, aku akan lebih memilih untuk mengabsen jam demi jam dalam keseharianmu. Menanyakan apa saja yang sebenarnya kamu lakukan dalam mengisi hari-harimu di sana. Hanya dengan sebuah sticker bertuliskan “I miss you”, rasanya sudah membuatku bahagia.

Setidaknya, rinduku tidak bertepuk sebelah tangan. Setidaknya, bukan hanya diriku yang terjebak dalam sesaknya rindu. Semakin ingin rasanya untuk bertemu denganmu. Melihat senyum manismu dengan nyata.

Di tengah ketidakberdayaan kita untuk bersama setiap waktu layaknya pasangan pada umumnya, adakah waktu di mana kamu melupakanku?

pexels.com

Dengan teman-temanku, aku bisa memhabiskan hari-hariku tanpa kehadiranmu. Bermacam kegiatan aku lakoni, semakin menyerutku untuk berpikir tentangmu yang juga melakoni rutinitas tanpaku di sampingmu. Masih saja aku dihantui kekhawatiran bahwa kamu akan melupakanku. Meniadakan aku dari aspek kehidupanmu dengan semakin terbiasanya kamu tanpa kehadiran fisikku di dekatmu. Padahal tidak denganku di sini. Aku masih saja menjadikanmu motivasiku untuk menjalani suka duka hari-hariku.

Berulang kali aku dihujani dengan perasaan seperti ini, berulang kali pula kucoba untuk meredakannya. Aku percaya bahwa kamu tidak akan demikian. Malahan, aku juga sempat berpikir, “Apakah kamu juga merasakan yang kurasakan?”

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya