Kamu Hanyalah Sekadar Harap dalam Doaku. Karena Mengagumimu Bukanlah Perkara Mudah Bagiku
Aku lebih bahagia mengagumi dengan diam-diam.
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Tak perlu ada perkenalan, pikirku. Mengetahui namamu saja — dan sedikit informasi tentangmu yang perlu untuk aku ketahui — sudah cukup bagiku. Pun tak perlu ada pembicaraan di antara kita —mendengar suaramu berbicara dengan teman lainnya sudah cukup. Seperti orang dungu, terkadang aku mencoba menjadi lawan bicaramu. Ya — mencoba menjawab segala pertanyaanmu di dalam pikiranku, tapi aku tahu bahwa pertanyaanmu bukanlah untukku.
Lagipula, kita hanya sebatas teman bangku sebelah, yang mana menatapmu saja mataku enggan. Di setiap kedatanganku, kutahu tiada temanmu bercanda; kau hanya sibuk dengan telepon genggammu. Ingin aku mengajak ‘tuk bercerita, tapi aku tahu bahwa berkenalan saja kita tidak pernah. Membiarkanmu hidup seperti tak pernah ada diriku di sekitarmu adalah kelebihanku. Lagipula, adakah kau ingin mengenalku lebih dekat?
Menjadi pengagummu kurasa sudah lebih dari cukup. Bahwa kutahu terdapat makhluk sepertimu, aku merasa bersyukur — ciptaan Tuhan nyatanya selalu rupawan, dan kau adalah salah satunya. Satu yang kusadari, kita memang tidak ditakdirkan bersama, bagaimana pun caranya.
Aku ingin berdamai dengan hati dalam hal bergejolaknya hatiku untukmu.
Kamu... Kamu hanya sekedar harap di dalam doaku — merapal namamu setiap waktu; entah di pagi, siang, atau pun malam. Terlalu banyak pengandaian yang kutahu bahwa mungkin itu hanya sebuah mimpi. Apa salahnya bermimpi, bukan? Salah satunya adalah bermimpi untuk berkenalan denganmu.
Aku hanya pandai berharap, tapi tak pandai membuatnya menjadi nyata.
Aku sangat senang berkomunikasi dengan alam. Pikirku, angin yang berhembus di malam hari mungkin pernah menerpa tubuhmu. Salah satu cara untuk merasakan sentuhan tubuhmu mungkin melalui angin-angin yang silih berganti menghantamku. Aku tahu bahwa kemungkinannya adalah kecil bahwa kita dihantam oleh angin yang sama. Mungkin pula tanah yang kupijak ini adalah tanah yang pernah kau pijak pula. Lagi-lagi, ini adalah cara Tuhan membuatku merasakan kita pernah pada satu titik yang sama. Aku tahu bahwa Tuhan itu adil pada setiap umatnya.