Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi konseling (pexels.com/Antoni Shkraba Studio)
ilustrasi konseling (pexels.com/Antoni Shkraba Studio)

Intinya sih...

  • Tren pernikahan menurun, generasi muda makin khawatir untuk melangkah ke jenjang yang lebih serius

    • Minat individu terhadap pernikahan menurun

  • Aspek finansial memegang peran krusial

  • Orientasi yang berubah dibandingkan generasi sebelumnya

  • Konseling pranikah menjadi upaya untuk membangun hubungan sehat dalam pernikahan

    • Kesiapan mental dan emosional menjadi hal paling esensial

  • Melakukan assessment untuk pasangan dan diskusi hal penting sesuai arahan psikolog

  • Membantu meningkatkan komunikasi dan menguatkan hubungan

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Tren pernikahan di mata generasi muda tampaknya mengalami pergeseran. Menurut survei yang dilakukan IDN Times pada 2024 lalu, mayoritas Gen Z dan milenial atau sebanyak 47,5 persen responden mengaku belum memprioritaskan pernikahan. Hanya 23 persen yang menilai pernikahan sebagai hal utama dalam hidup mereka saat ini. Hasil survei yang dihimpun selama Januari-April 2024 tersebut, berkorelasi dengan survei BPS pada tahun 2021 yang menunjukkan angka pernikahan juga terus mengalami tren penurunan.

Psikolog anak, remaja dan keluarga, Farraas Afiefah Muhadir sebut perubahan pandangan pada generasi muda terkait pernikahan disebabkan oleh banyak faktor. Salah satu faktor, disebutkan oleh Farraas selaku Founder biro psikologi Arsanara kepada IDN Times (26/9/25), adalah perkembangan teknologi informasi yang membentuk ekspektasi terkait pernikahan.

1. Tren pernikahan menurun, generasi muda makin khawatir untuk melangkah ke jenjang yang lebih serius

ilustrasi konseling pernikahan (freepik.com/freepik)

Menurunnya minat individu terhadap pernikahan, juga dipengaruhi oleh orientasi yang berubah dibandingkan generasi sebelumnya. Farraas menyebut, jika generasi sebelumnya menilai bahwa pernikahan adalah bagian dari fase kehidupan yang harus dijalani, sebagian individu di generasi saat ini tak lagi sependapat. Mereka memiliki harapan atau ekspektasi yang lebih tinggi terhadap pernikahan, sehingga memilih untuk tetap single dibandingkan harus menikah dengan orang yang keliru.

"Kalau sekarang orang berpikirnya kan, daripada nikah sama orang yang salah, mendingan nanti aja nikahnya. Orang udah punya ekspektasi tersebut, sudah kebayang realita-realita pernikahan tuh gak melulu yang indah-indah karena berita-berita perceraian kan juga makin sering kita denger. Bahkan, untuk orang-orang yang dianggap relationship goals, tiba-tiba bisa (mengalami masalah pernikahan)," kata Farras. Ia juga menyebut pengguna sosial media juga kian fasih memberikan gambaran kehidupan yang tetap bahagia meski tak dalam hubungan pernikahan.

Aspek finansial juga memegang peran krusial terkait pernikahan di mata generasi muda. Menurut survei yang dihimpun IDN Times, mayoritas responden masih enggan menikah sebab menilai mereka masih ingin fokus pada pendidikan, karier, dan pengembangan diri (71, 9 persen). Sebagian besar lainnya menganggap belum stabil secara ekonomi (66,7 persen).

"Selain teknologi menurutku, karena ekonomi juga. Kebayang nanti mau tinggal di mana, udah punya modal yang cukup besar, dan sekarang secara finansial pasti tantangannya lebih besar. Jadi banyak yang ragu, terutama laki-laki ya. Banyak yang lebih khawatir untuk menikah karena alasan finansial," ujar Farraas.

2. Konseling pranikah menjadi upaya untuk membangun hubungan sehat dalam pernikahan

ilustrasi konseling (pexels.com/cottonbro studio)

Meski trennya menurun, namun kesadaran untuk mempersiapkan pernikahan semakin meningkat. Menurut Gen Z dan Milenial, kesiapan mental dan emosional menjadi hal paling esensial dibandingkan aspek finansial atau fisik. Untuk mempersiapkan hal tersebut, salah satu tahap yang ditempuh sebelum melangkah ke jenjang pernikahan adalah melakukan konseling pranikah.

Premarital counseling memberi gambaran atau blueprint kepada pasangan terkait kehidupan mereka ke depannya. Demikian ditulis psikolog hubungan Sabrina Romanoff dalam Very Well Mind. Sebagai gambaran, konseling pranikah diawali dengan melakukan assessment untuk pasangan, kemudian dilanjutkan dengan diskusi hal penting sesuai dengan arahan psikolog atau ahli yang menangani.

"Ada beberapa hal yang perlu disamakan juga terkait persiapan pernikahan, persepsi-persepsi yang perlu disamakan. Jadi sebenernya, pertama, tujuannya itu memberikan ruang untuk membahas topik-topik yang mungkin dirasa sensitif, tapi dengan situasi yang aman karena ada fasilitatornya juga, karena ada orang ketiganya," jelas Farraas.

Konseling pranikah juga dapat mewadahi pasangan untuk membicarakan topik yang sensitif secara lebih konstruktif. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan komunikasi, membantu menangani konflik yang potensial, menyamakan persespsi, dan menguatkan hubungan.

"Terus juga, kalau ada konflik yang gak sehat itu pasti dibahas di konseling pranikah, gimana selama ini penanganan konfliknya, apa yang masih bisa ditingkatkan. Karena kalau baru nikah tuh kan seberantem-berantemnya tuh, rasa cintanya juga masih menggebu-gebu. Jadi, momen yang tepat menurutku untuk memperbaiki kualitas hubungan, sebelum nanti masuk ke fase yang lebih serius. Kalau udah nikah kan level konfliknya beda ya, pasti lebih banyak, lebih panjang, lebih berulang gitu," imbuhnya.

3. Konseling pranikah membantu mengatur ekspektasi dan merencanakan masa depan, efektif untuk meningkatkan komunikasi dengan pasangan

ilustrasi konseling (pexels.com/Timur Weber)

Diskusi selama proses konseling pranikah membantu individu yang terlibat dalam hubungan untuk mengidentifikasi keyakinan, mengatur ekspektasi yang realistis, merencanakan masa depan dan memutuskan bagaimana menjalani kehidupan berdua. Hal tersebut dijelaskan Sabrina dalam Very Well Mind.

Premarital counseling juga akan mendiskusikan aspek yang penting selama menjalani pernikahan di masa mendatang. Misalnya peran masing-masing pihak, proses pengambilan keputusan, hubungan dengan keluarga, rencana finansial, hingga topik terkait anak.

"Yang dibahas itu, pertama seputar kesiapan menikah, kenapa memutuskan buat menikah. Terus kayak mereka sendiri regulasi emosi bagaimana, sudah seberapa matang dalam mengambil keputusan belum. Aku juga suka tanya soal kesiapan finansial. Cara menghabiskan uang selama ini gimana, apakah ada perbedaan yang signifikan sama pasangannya. Terus juga pasti akan bahas soal tadi ya, resolusi konflik selama ini gimana kalau ada masalah," ujar Farraas.

Aspek dasar seperti nilai, keyakinan, dan pandangan akan suatu isu akan menjadi dasar diskusi konseling pranikah. Namun, hal ini juga bisa disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing pasangan.

"Itu yang basic-basic, tapi sisanya akan disesuaikan dengan kondisi setiap pasangan. Jadi, kalau ada topik tertentu, itu pasti akan diperdalam sesuai dengan kebutuhan mereka. Misalnya pasangannya yang LDR gitu ya, itu pasti nanti akan dibahas lebih dalam soal itu," tambah Farraas.

Sabrina menyebutkan, konseling sebelum melakoni fase hubungan yang lebih serius, membuka kesempatan untuk meningkatkan efektivitas komunikasi dengan pasangan dengan membangun strategi dan membongkar konflik yang repetitif. Langkah ini dapat dicoba untuk membantu meningkatkan kualitas hubungan.

Editorial Team