ilustrasiBPJS Kesehatan (commons.wikimedia.org/Ilham jayakesuma)
Hal yang bikin perceraian ribet yang selanjutnya adalah mengurus BPJS. Perubahan status keluarga otomatis memengaruhi kepesertaan BPJS Kesehatan, terutama ketika sebelumnya seluruh anggota terdaftar sebagai tanggungan dari pasangan yang menjadi peserta aktif, sehingga begitu perceraian sah, status beberapa anggota bisa berubah menjadi non-aktif dan harus segera dilaporkan untuk diperbarui. Kondisi ini menuntut setiap pihak datang ke BPJS Kesehatan atau mengurus melalui HRD apabila kepesertaan berasal dari perusahaan, dengan membawa dokumen seperti surat cerai, Kartu Keluarga terbaru, serta identitas diri untuk memastikan data dapat disesuaikan tanpa kendala. Proses pembaruan menjadi penting karena mantan istri yang sebelumnya tercakup dalam satu kartu akan otomatis keluar dari kepesertaan dan perlu mendaftar ulang sebagai peserta mandiri agar tetap memiliki perlindungan kesehatan.
Setelah data keluarga dipecah, petugas BPJS akan mengurangi anggota yang sudah tidak berada dalam satu KK, lalu menentukan apakah kepesertaan mereka berhenti atau harus diaktifkan ulang melalui skema mandiri untuk menjaga kesinambungan layanan kesehatan. Mantan istri yang ingin tetap menggunakan BPJS perlu mengajukan pendaftaran PBPU secara mandiri segera setelah statusnya dinonaktifkan, karena jeda yang terlalu lama bisa menimbulkan tunggakan atau masa tunggu sebelum manfaat bisa dipakai kembali. Hal serupa berlaku untuk anak berusia lebih dari 21 tahun yang tidak kuliah, sebab mereka tidak lagi memenuhi syarat sebagai tanggungan dan wajib membuat kepesertaan sendiri untuk menghindari risiko tidak terlindungi ketika membutuhkan pelayanan medis mendesak.
Setelah putusan resmi keluar, banyak detail kecil membuat proses perceraian terasa panjang. Mengurusnya satu per satu sejak awal membantu kehidupan baru berjalan lebih teratur. Dari semua bagian ini, mana yang ingin kamu prioritaskan lebih dulu?