Dalam pengetahuan umum, kepribadian seseorang sering digolongkan berdasarkan beberapa kecenderungan yang membuatnya berbeda. Perbedaan kecenderungan yang melekat pada setiap individu lazim dipisahkan ke dalam tiga golongan, yakni ekstrovert, introvert, dan ambivert.
Stereotip kerpibadian yang tersebar di tengah masyarakat kita memberikan pembatasan untuk memisahkan masing-masing kepribadian tersebut berdasarkan ciri-cirinya yang identik. Ciri-ciri itu seperti yang umum kita ketahui bahwa ekstrovert sebagai sang ekspresif, eksternal oriented, dan fleksibel. Sementara kebalikan dari itu, yakni introvert yang menerima label sebagai sang intimate, internal oriented, dan sistematik. Serta tidak ketinggalan, sang ambivert sebagai gabungan dari keduanya.
Terlepas dari suatu kecenderungan kepribadian yang melekat dalam diri seseorang, kita sudah lebih dulu sepakat bahwa setiap inidividu tidak dapat mengelak dari kebutuhannya untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Namun, pada saat yang sama di dalam masyarakat kita terdapat stigma miring terhadap salah satu tipe kepribadian, yakni bahwa introvert sering dianggap sebagai kepribadian yang tertutup dan minim interaksi. Buntut dari anggapan itu sering memunculkan penilaian bahwa tipe introvert sebagai individu yang egois dan kaku. Betulkah demikian?
Stigma negatif itu dapat muncul karena ketidaktahuan dan minimnya bekal informasi yang seseorang miliki untuk memahami kecenderungan yang melekat dalam diri sang introvert. Jika kamu pernah menilai introvert sebagai seorang egois dan kaku, sudahkah anggapan itu final? Tentu tidak demikian, bukan? Kamu perlu uji anggapanmu dengan menyimak beberapa hal yang akan merubah penilaianmu tentang introvert, berikut ini.