ilustrasi cincin seserahan (instagram.com/seserahan_by_rosearbo)
Kepemilikan mahar dapat beralih dari pihak laki-laki ke pihak perempuan apabila telah melangsungkan akad pernikahan. Apabila belum akad, maka mahar itu murni milik pihak laki-laki. Hal ini tak hanya merujuk pada mahar, namun juga seserahan yang diberikan oleh pihak laki-laki kepada pihak perempuan selama proses lamaran.
Meski pembatalan pernikahan merupakan perbuatan tercela, namun kepemilikan mahar masih menjadi hak orang yang memberikan, yakni pihak laki-laki. Hal ini merujuk pada hukum Islam di bawah ini:
“Sedangkan (utuh atau sebagian) mahar yang diserahkan lebih dulu saat lamaran (sebelum akad nikah) oleh pihak laki-laki yang melamar, boleh diminta kembali apakah mahar itu masih ada, rusak, atau sudah digunakan. Kalau sudah habis atau sudah digunakan, maka mahar itu dikembalikan dalam bentuk nilainya jika barang itu dapat dinilai dengan nominal, dan dikembalikan dengan barang sejenis bila barang serupa itu mudah ditemukan, apapun sebabnya baik dari pihak laki-laki yang melamar maupun dari pihak perempuan yang dilamar. Hukum ini disepakati secara fiqih,” (Lihat Syekh Wahbah Az-Zuhayli, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, [Beirut, Darul Fikr: 1985 M/1405 H], cetakan kedua, juz VII, halaman 26).