Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi putus
ilustrasi putus (pexels.com/RDNE Stock project)

Intinya sih...

  • Lamanya hubungan tidak menjamin kesehatannya.

  • Bertahan terus bisa mengorbankan kesehatan mental.

  • Perubahan adalah hal yang wajar dalam hidup.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Banyak orang bertahan dalam sebuah hubungan bukan karena masih bahagia, tapi karena sudah terlanjur lama. Ada kenangan yang sulit dilepas, ada waktu dan emosi yang sudah diinvestasikan, dan ada rasa takut memulai dari nol lagi. Akhirnya, lamanya hubungan sering dijadikan alasan utama untuk terus bertahan, meski hati sudah tidak lagi tenang.

Padahal, durasi tidak selalu sejalan dengan kualitas. Hubungan yang sehat seharusnya memberi rasa aman, bukan terus-menerus menguras energi. Tidak semua hubungan yang bertahan lama layak diperjuangkan, apalagi jika mempertahankannya justru membuat kita kehilangan diri sendiri. Berikut beberapa alasan kenapa melepas bisa menjadi pilihan yang lebih sehat.

1. Lamanya hubungan tidak menjamin kesehatannya

ilustrasi orang berdebat (pexels.com/RDNE Stock project)

Sering kali, lamanya sebuah hubungan dijadikan tolok ukur utama untuk menentukan apakah hubungan itu layak dipertahankan atau tidak. Semakin lama bersama, semakin besar tekanan untuk bertahan, seolah-olah waktu yang telah dihabiskan otomatis menjadikan hubungan itu bernilai. Padahal, durasi hanya menunjukkan berapa lama dua orang berjalan bersama, bukan seberapa sehat arah yang mereka tuju.

Ada hubungan yang bertahan lama karena takut berubah, takut sendirian, atau takut menghadapi ketidakpastian bukan karena benar-benar saling membahagiakan. Jika selama bertahun-tahun masalah yang sama terus berulang tanpa penyelesaian, rasa dihargai semakin menipis, dan komunikasi terasa buntu, maka lamanya waktu justru bisa menjadi tanda stagnasi, bukan kekuatan.

2. Bertahan terus bisa mengorbankan kesehatan mental

ilustrasi pasangan terlibat konflik (freepik.com/stefamerpik)

Hubungan yang tidak sehat sering kali tidak langsung terasa buruk. Awalnya mungkin hanya lelah secara emosional, sering memaklumi, atau terbiasa menahan perasaan demi menjaga kedamaian. Lama-kelamaan, tubuh dan pikiran mulai bereaksi: kamu jadi lebih mudah cemas, sulit merasa tenang, atau terus merasa bersalah meski tidak tahu kesalahanmu apa.

Jika sebuah hubungan membuatmu terus-menerus meragukan nilai diri sendiri, merasa tidak pernah cukup, atau harus mengecilkan perasaan demi menjaga hubungan tetap utuh, maka ada harga mahal yang sedang kamu bayar. Kesehatan mental bukan sesuatu yang bisa ditunda demi mempertahankan relasi yang sudah lama. Sebab, luka yang dibiarkan terlalu lama akan jauh lebih sulit dipulihkan.

3. Perubahan adalah hal yang wajar dalam hidup

ilustrasi berdebat (pexels.com/RDNE Stock project)

Tidak ada manusia yang berhenti bertumbuh. Cara pandang, nilai hidup, mimpi, dan prioritas bisa berubah seiring pengalaman dan waktu. Hubungan yang sehat seharusnya memberi ruang bagi perubahan itu, bukan menahannya. Masalah muncul ketika dua orang tumbuh ke arah yang berbeda, tapi merasa harus tetap bersama karena masa lalu.

Bertahan demi kenangan sering kali membuat kamu mengabaikan kenyataan saat ini. Kamu mungkin masih menghargai siapa dia dulu, tapi merasa asing dengan siapa dia sekarang. Mengakui bahwa hubungan tidak lagi sejalan bukan berarti kamu mengkhianati masa lalu. Itu berarti kamu jujur terhadap versi dirimu yang sekarang.

4. Rasa takut kehilangan sering menyamarkan ketidakbahagiaan

ilustrasi pasangan sedang bertengkar (pexels.com/Timur Weber)

Ketakutan sering kali menjadi alasan tersembunyi di balik keputusan untuk bertahan. Takut sendirian, takut tidak menemukan yang lebih baik, atau takut harus memulai ulang dari nol. Rasa takut ini perlahan membuat kita menormalisasi hal-hal yang seharusnya tidak wajar: kurangnya perhatian, komunikasi yang dingin, atau rasa tidak dipedulikan.

Dalam kondisi ini, yang dipertahankan bukan lagi hubungan yang sehat, melainkan rasa aman semu. Padahal, bertahan dalam hubungan yang membuatmu merasa sendirian setiap hari bisa jauh lebih menyakitkan daripada benar-benar sendiri. Kesepian di dalam hubungan sering kali lebih sunyi daripada kesepian tanpa pasangan.

5. Melepas bukan berarti menyia-nyiakan waktu yang sudah berlalu

ilustrasi putus dengan pasangan (pexels.com/Alena Darmel)

Banyak orang bertahan karena merasa sayang pada waktu dan usaha yang sudah diberikan. Seolah-olah jika hubungan berakhir, semua kenangan dan pengorbanan menjadi tidak berarti. Padahal, nilai sebuah hubungan tidak dihapus hanya karena ia selesai. Apa yang kamu pelajari, rasakan, dan alami tetap menjadi bagian penting dari perjalanan hidupmu.

Melepas justru bisa menjadi bentuk penghormatan terhadap diri sendiri dan hubungan itu. Kamu memilih berhenti ketika hubungan tidak lagi sehat, bukan menunggu sampai benar-benar hancur. Tidak semua yang berakhir adalah kegagalan. Beberapa hal yang berakhir adalah tanda bahwa kamu akhirnya berani memilih diri sendiri.

Tidak semua hubungan pantas diperjuangkan hanya karena sudah lama terjalin. Hubungan yang layak dipertahankan adalah hubungan yang memberi ruang aman, saling bertumbuh, dan tidak mengharuskanmu kehilangan diri sendiri. Ketika bertahan justru membuatmu terluka, pergi adalah keputusan yang baik. Dengan begitu, kamu akan hidup dengan lebih jujur.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team