Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi dating app (pexels.com/Julio Lopez)
ilustrasi dating app (pexels.com/Julio Lopez)

Dating app kini jadi bagian dari gaya hidup banyak orang yang ingin mencari pasangan tanpa harus repot keluar rumah. Dengan sekali geser layar, kamu bisa melihat ratusan profil orang baru, lengkap dengan foto dan deskripsi singkat. Praktisnya memang terasa menjanjikan, apalagi untuk mereka yang sibuk atau kesulitan memperluas lingkar pertemanan. Namun, kenyataan tidak selalu seindah iklan, karena banyak pengguna justru merasa perjalanan mencari pasangan lewat aplikasi berakhir sia-sia.

Sebagian menemukan lawan bicara yang hilang begitu saja, sebagian lagi merasa hubungannya jalan di tempat. Alih-alih menemukan pasangan yang cocok, justru muncul rasa lelah karena prosesnya pencarian yang panjang dan penuh dengan ketidakpastian. Pertanyaannya, apa sebenarnya yang membuat dating app sering gagal jadi jembatan menuju hubungan serius? Berikut beberapa alasannya yang perlu dipahami.

1. Algoritma aplikasi hanya melihat sisi yang terbatas

ilustrasi dating app (pexels.com/cottonbro studio)

Aplikasi kencan bekerja dengan sistem yang memproses data sederhana yakni umur, lokasi, minat, dan siapa yang kamu sukai. Dari situ, muncul daftar orang yang dianggap sesuai tapi masalahnya, informasi yang ada di profil biasanya terlalu singkat untuk benar-benar menggambarkan seseorang. Kamu mungkin tahu hobi atau pekerjaan mereka, tapi itu tidak cukup untuk menilai apakah kalian bisa sejalan dalam kehidupan nyata.

Di sisi lain, sistem cenderung mengulang tipe yang sama berdasarkan kebiasaan klik pengguna. Kalau kamu sering memilih profil dengan ciri tertentu, rekomendasi selanjutnya juga tidak jauh berbeda. Padahal, kecocokan tidak melulu soal hobi atau penampilan. Justru hal-hal mendalam seperti cara menyelesaikan masalah atau nilai hidup sering kali luput dari algoritma.

2. Ekspektasi tinggi membuat kenyataan terasa mengecewakan

ilustrasi dating app (pexels.com/Julio Lopez)

Banyak orang masuk ke dating app dengan bayangan bertemu pasangan ideal hanya dalam hitungan hari. Harapan ini tumbuh karena sering membaca kisah sukses orang lain yang bertemu jodoh lewat aplikasi. Namun, ketika kenyataan tidak semudah itu, rasa kecewa pun muncul sebab tidak sedikit yang merasa patah semangat lalu berhenti di tengah jalan.

Di sisi lain, ada juga pengguna yang hanya ingin iseng atau sekadar mengobrol tanpa arah serius. Perbedaan tujuan ini sering bikin komunikasi jadi tidak sinkron. Kamu mungkin menginginkan hubungan jangka panjang, sementara lawan bicaramu hanya mencari teman mengobrol. Ketidakselarasan ini sering membuat interaksi berhenti mendadak tanpa penjelasan.

3. Profil sering kali tidak mencerminkan diri yang sebenarnya

ilustrasi dating app (pexels.com/cottonbro studio)

Saat membuat profil di dating app, kebanyakan orang ingin terlihat menarik. Foto terbaik dipasang, deskripsi dibuat sepositif mungkin, bahkan kadang ditambahkan hal-hal yang tidak sesuai kenyataan. Awalnya terlihat meyakinkan, tetapi saat bertemu langsung, perbedaan antara citra digital dan kehidupan nyata bisa mengecewakan.

Fenomena ini terjadi karena ada tekanan sosial untuk selalu terlihat sempurna di dunia maya. Banyak orang merasa harus menampilkan versi terbaik agar dipilih, padahal, ketika kenyataan berbeda jauh, hubungan sulit berlanjut. Hal ini menjelaskan kenapa banyak pertemuan dari dating app justru berhenti setelah pertemuan pertama saja.

4. Percakapan daring sulit menggantikan interaksi langsung

ilustrasi chat (pexels.com/Roman Pohorecki)

Mengobrol lewat teks atau video call memang membantu di awal, tapi tetap berbeda dengan komunikasi tatap muka. Ekspresi wajah, nada suara, atau bahasa tubuh seseorang sangat sulit ditangkap lewat layar. Akibatnya, percakapan sering terasa kaku atau salah paham. Hubungan pun susah berkembang lebih dalam.

Bahkan ketika interaksi online terasa akrab, pertemuan nyata tidak selalu berjalan mulus. Ada kalanya orang yang terlihat asik di chat justru berbeda saat bertemu langsung. Perbedaan ini membuat banyak orang merasa dating app hanya sebatas penghubung awal saja bukan jaminan terciptanya hubungan yang serius ke depannya.

5. Tekanan sosial membuat prosesnya terasa berat

ilustrasi dating app (pexels.com/cottonbro studio)

Meski semakin umum digunakan, dating app ternyata masih menyimpan stigma di sebagian kalangan. Ada yang menganggapnya wajar, ada pula yang melihatnya sebelah mata. Tekanan ini membuat pengguna kadang tidak nyaman mengakui bahwa mereka mencari pasangan lewat aplikasi. Rasa canggung ini bisa memengaruhi cara mereka berinteraksi dengan calon pasangan.

Belum lagi jika melihat unggahan pasangan lain di media sosial yang seolah cepat menemukan kebahagiaan. Perbandingan ini sering memunculkan rasa minder dan membuat orang ragu melanjutkan proses. Alih-alih menikmati perjalanan, mereka justru terbebani oleh standar yang dibuat orang lain. Tekanan sosial inilah yang akhirnya membuat pengalaman di dating app terasa semakin melelahkan.

Dating app bisa menjadi pintu awal untuk mengenal banyak orang baru, tapi tidak selalu menjamin tercapainya hubungan yang sesuai harapan. Dari keterbatasan algoritma, ekspektasi yang tidak realistis, hingga tekanan sosial, semua itu ikut memengaruhi hasil akhirnya. Karena itu, dating app sebaiknya dipandang hanya sebagai alat bantu, bukan penentu. Pada akhirnya, kecocokan tetap terletak pada komunikasi yang nyata dan kejujuran dalam menjalin hubungan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team