Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi perempuan bekerja (pexels.com/Tima Miroshnichenko)
ilustrasi perempuan bekerja (pexels.com/Tima Miroshnichenko)

Sebagai perempuan, apakah kamu masih merasa segala keputusanmu terlalu kerap disorot oleh orang-orang di sekitarmu? Bahkan di media sosial, berbagai hal yang dilakukan perempuan sering sekali menjadi perbincangan seru. Salah satunya, tentang keputusan perempuan bekerja dan memiliki pendapatan sendiri.

Perempuan lajang yang bekerja keras tak jarang dikasihani, seakan-akan seharusnya hanya di rumah saja dan dinafkahi oleh laki-laki. Alhasil, kamu 'dikejar-kejar' agar segera menikah supaya ada suami yang membiayai seluruh keperluanmu.

Kemandirian seorang perempuan dalam hal finansial masih dipandang sebagai sesuatu yang kurang pantas. Bebanmu bisa makin berat setelah menikah dan tetap bekerja. Topik ibu rumah tangga vs ibu bekerja masih sering menjadi perdebatan di berbagai kesempatan.

Untukmu yang harus atau menikmati aktivitas mencari uang, jangan lagi merasa bersalah. Bekerja bukan kegiatan yang hanya diperuntukkan bagi jenis kelamin tertentu. Berikut lima alasannya.

1. Cara paling logis untuk memenuhi kebutuhan hidup ialah bekerja

ilustrasi perempuan karier (pexels.com/RDNE Stock project)

Bekerja bukan sekadar pilihan bagi mayoritas orang, melainkan cara yang paling masuk akal buat mempertahankan hidup. Apa pun jenis pekerjaannya, ini seperti makan. Jika kamu lapar maka dirimu harus mengambil makananmu sendiri dan menyuapkannya ke mulut. Dirimu pasti pernah makan dengan disuapi, tetapi hanya sampai usia tertentu.

Kalau hingga kamu dewasa cuma menunggu ada orang yang mau menyuapimu 3 kali dalam sehari, bisa-bisa dirimu kelaparan. Begitu pula kaitannya bekerja dengan pemenuhan kebutuhan hidup. Segera setelah orangtua berhenti memberimu uang saku, kamu kudu mencari uang sendiri.

Aturan ini berlaku baik buat pria maupun perempuan. Terus menggantungkan kehidupanmu pada orang lain justru cenderung berbahaya. Kamu tak tahu sampai kapan dia ada untukmu. Jangan sampai saat siapa pun yang menjadi andalanmu dalam pemenuhan kebutuhan pergi, hidupmu menjadi telantar.

2. Semua hal ada waktunya dan bisa diatur

ilustrasi perempuan karier (pexels.com/MART PRODUCTION)

Perempuan yang bekerja juga kerap dicap gak punya waktu untuk mengurus suami dan anak. Kamu mungkin ditakut-takuti tentang anak yang menjadi haus kasih sayang ibu, nakal, banyak makan junk food karena dirimu tak sempat memasak, bahkan suami gampang serong. Semua hal buruk seakan-akan ditimpakan pada ibu yang bekerja.

Padahal, sesibuk-sibuknya orang yang bekerja juga tetap pulang ke rumah. Hanya sesekali kamu harus pergi ke luar kota dan menginap di sana. Dirimu juga pasti gak akan mau bila disuruh bekerja terus sampai tidak pernah bertemu keluarga. Justru makin sibuk dirimu, biasanya kamu bakal menetapkan waktu libur yang tak bisa diganggu gugat oleh siapa pun.

Dirimu cuma ingin bersantai di rumah atau pergi berwisata bareng keluarga. Ada atau tidaknya waktu untuk keluarga bukan disebabkan oleh seseorang bekerja atau gak. Tapi lebih pada kemauannya. Selama ada kemauan untuk mengatur waktu serta kasih sayang yang kuat, kamu berkarier setinggi apa pun tetap memiliki waktu buat orang-orang terkasih.

3. Lebih baik bekerja daripada melakukan kegiatan negatif

ilustrasi perempuan karier (pexels.com/Kampus Production)

Seseorang yang tidak bekerja memang tak berarti pasti menjadi suka berbuat keburukan. Ini tergantung dari nilai-nilai hidupnya. Ia masih bisa melakukan banyak kegiatan sosial yang penting bagi sesama atau menjalankan hobi yang bermanfaat. Akan tetapi, jelas bahwa bekerja adalah aktivitas yang positif.

Selain kegiatan bekerja memberimu penghasilan, dirimu juga bisa menggunakan ilmu yang dimiliki supaya lebih berguna untuk masyarakat luas. Sementara itu, banyak waktu luang dapat mendorongmu mencari-cari kegiatan apa pun. Sedikit saja kamu tidak berhati-hati atau terpengaruh dari orang di sekitarmu, dirimu bisa terjebak aktivitas negatif.

Contohnya, pagi sampai sore kamu lebih sibuk bergunjing dengan tetangga. Bahkan, setelah pasangan pulang pada malam hari, pergunjingan masih berlanjut melalui chat. Tiadanya kegiatan penting yang menyita pikiran juga memudahkanmu terlibat segala bentuk drama dalam hubungan. Baik kamu cemburu berat pada pasangan atau sering ribut dengan teman dan tetangga.

4. Perempuan punya hak atas kehidupannya

ilustrasi perempuan karier (pexels.com/Christina Morillo)

Perempuan sering seperti diatur seharusnya begini dan begitu baik ketika masih anak-anak, remaja, maupun setelah dewasa dan menikah. Pengaturan secara lisan ini dimulai dari keluarga lalu berlanjut di masyarakat. Anak perempuan diharuskan membantu pekerjaan rumah tangga. 

Begitu anak perempuan beranjak remaja, cara berpakaian sampai duduk dan bicara juga diarahkan sedemikian rupa. Alasannya untuk kesopanan, selagi remaja laki-laki lebih dibebaskan. Setelah dewasa, perempuan kembali diatur terkait perannya sebagai istri serta ibu yang baik dan sebagainya.

Pengaturan-pengaturan seperti ini sangat membebani perempuan secara psikis. Padahal, semua orang berhak atas kehidupannya masing-masing. Apa pun pilihanmu sebagai perempuan, orang lain tidak boleh mencampurinya. Termasuk terkait keputusanmu untuk bekerja. Kamu bekerja memakai energimu sendiri, bukan meminjam tenaga serta pikiran orang lain.

5. Banyak suami dan anak bangga pada istri atau ibu yang bekerja

ilustrasi perempuan karier (pexels.com/Stephane Fabrice Bassangue)

Komentar yang lebih sering terdengar terutama di dunia maya saat ini memang cenderung menyudutkan perempuan yang bekerja. Khususnya perempuan yang sudah menjadi istri dan ibu. Akan tetapi, apa yang didengar atau dibaca olehmu di medsos tak menggambarkan pendapat seluruh suami serta anak.

Faktanya, pasti banyak suami merasa salut pada istrinya yang bekerja demi membantu perekonomian keluarga. Mereka bisa lebih banyak menceritakan kiprah istri pada teman dan keluarga. Terkadang rasa insecure  suami atas karier istri yang lebih baik hanya terlalu dibesar-besarkan.

Suami yang bangga pada kesibukan pasangannya juga banyak. Mereka pun merasa berkontribusi terhadap karier istri. Seperti dengan suami mau bekerja sama mengasuh anak, menjadi teman diskusi yang menyenangkan, bahkan kasih motivasi ke istri agar melanjutkan pendidikan.

Di pihak anak pun belum tentu mereka merasa kurang kasih sayang ibu. Coba tanyakan pada teman-temanmu yang dibesarkan oleh ibu yang bekerja. Apakah mereka merasa kurang kasih sayang hanya karena ibu tidak selalu ada di rumah? Pasti banyak dari mereka merasa baik-baik saja. Malah mereka kagum pada ibunya dan menjadikannya role model.

Gak usah terbebani oleh rasa bersalah yang tidak perlu. Keputusanmu buat bekerja tak harus diikuti oleh semua perempuan. Namun, jangan biarkan dirimu dibuat cemas oleh pandangan-pandangan yang kurang mendukung perempuan untuk berkarier. Mereka mendukungmu atau tidak, selama bekerja bermanfaat buatmu maka lakukan saja dengan gembira.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team