5 Kado Hari Kartini, UU TPKS hingga Prestasi Wanita Indonesia

Raden Ajeng Kartini atau kerap disapa Ibu Kartini merupakan pelopor pergerakan kemajuan perempuan Indonesia yang berupaya untuk mensejajarkan kesetaraan gender.
Budaya patriarki sudah sangat mengakar kuat sejak zaman kolonial yang menjadikan kaum perempuan dianggap lemah, tidak berdaya, kerap dituding selalu bergantung pada bantuan laki-laki, serta berbagai stereotip lainnya.
Awal tahun ini, kita dihujani oleh berbagai macam informasi mengejutkan sekaligus paling membahagiakan. Berbagai macam torehan pencapaian membanggakan telah berhasil diraih oleh sejumlah srikandi Indonesia hingga menembus ke kancah internasional.
Di samping itu, pemerintah baru saja menetapkan aturan yang menjamin pemenuhan hak para penyintas kekerasan seksual yang selama ini selalu terabaikan.
Untuk memeriahkan peringatan Hari Kartini, berikut uraian seputar kado untuk para perempuan di Indonesia yang dirangkum dari berbagai sumber.
1. UU TPKS
Akhirnya, penantian panjang dan berliku selama 10 tahun lamanya itu berbuah manis. Ya, Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) telah resmi disahkan menjadi Undang-Undang pada Selasa, 12 April 2022.
UU TPKS dianggap sebagai “angin segar” yang terdiri dari 8 Bab dan 93 Pasal mengatur tentang pencegahan, penanganan, pemidanaan dalam kasus kekerasan seksual dari perspektif korban, hingga pemulihan. Sehingga, UU TPKS dinilai sebagai payung hukum yang berpihak pada korban kekerasan seksual.
UU TPKS memuat sembilan bentuk tindak pidana kekerasan seksual, yaitu pelecehan seksual non-fisik, pelecehan seksual fisik, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan sterilisasi, pemaksaan perkawinan, kekerasan seksual berbasis elektronik, penyiksaan seksual, eksploitasi seksual, dan perbudakan seksual.
Selain itu, UU TPKS juga mengantongi beberapa terobosan baru seperti pelaku kekerasan seksual dilarang mendekati korban dalam jarak dan waktu tertentu selama berlangsungnya proses hukum. Undang-Undang ini juga mengatur victim trust fund atau dana bantuan korban.
Selain itu, memuat ketentuan tentang hak korban, keluarga korban, saksi, ahli dan pendamping untuk memastikan pemenuhan hak korban, serta mengizinkan lembaga penyedia layanan berbasis masyarakat ikut berperan dalam proses pendampingan dan perlindungan korban kekerasan seskual.
Yang perlu digaris bawahi adalah penetapan UU TPKS bukanlah sebagai perjuangan akhir, melainkan implementasi UU TPKS mesti diawasi dan dikawal secara ketat agar dapat mencapai keadilan pada korban, lantaran kasus kekerasan seksual termasuk dalam fenomena gunung es.