TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Cerita Inspiratif Galih, Pengajar Muda dan Inisiator Bekal Pendidik

Guru jadi profesi yang punya peran penting dalam pendidikan

Galih Sulistyaningra. (instagram.com/galihtyanr)

Guru menjadi ujung tombak pendidikan sebab ia memiliki pengaruh yang besar terhadap kecakapan intelektual dan emosional anak. Tentu saja profesi ini memiliki tanggungjawab yang besar oleh karenanya harus dikerjakan sepenuh hati dan penuh rasa empati. 

Galih Sulistyaningra saat ini berprofesi sebagai guru sekolah dasar, selepas menempuh pendidikan master di Faculty of Education and Society, University College London (UCL), Inggris. Ia aktif ambil peran dalam mengedukasi guru melalui komunitas besutannya, 'Bekal Pendidik' terkait kurikulum merdeka belajar.

Dalam wawancara khusus bertajuk Aku Perempuan bersama dengan IDN Times pada Jumat (19/5/2023) Galih bercerita lebih banyak mengenai profesinya dan perannya terhadap kurikulum pendidikan. Ia juga turut berbagi pandangan terhadap berbagai masalah guru dan literasi di Indonesia.

1. Peran penting guru akan berkontribusi pada kesuksesan pendidikan di Indonesia

Galih Sulistyaningra. (instagram.com/galihtyanr)

Guru jadi profesi yang dekat dengan masyarakat. Interaksi langsung yang dijalin dengan murid dan orangtua membuat pekerjaan ini akrab dengan masyarakat. Saat ini Galih menjadi salah satu pengajar di salah satu Sekolah Dasar Negeri di Jakarta Pusat. 

Selama menekuni profesinya sebagai guru, ia bertekad tak hanya menjadi pendidik dengan metode pengajaran yang konservatif. Namun juga mengimplementasikan pengajaran yang interaktif dan inovatif. 

"Perubahan yang nyata dalam pendidikan itu memang menjadi salah satu beban guru yang kemudian kita lihat banyak banget beban ini tuh belum secara merata dipikul bareng-bareng, bahkan sama guru sendiri," ujar Galih pada pertengahan bulan Mei lalu. 

Upaya untuk memajukan pendidikan tak bisa hanya dilakukan oleh salah satu pihak. Kerja kolektif dari berbagai elemen, baik pemerintah, guru, hingga masyarakat, diperlukan untuk mendorong keberhasilan pendidikan di Indonesia. 

"Intinya kayak, apa pun perubahan yang diinisiasi oleh pemerintah, maksudnya sekarang kan udah ada nih upaya untuk mentransfer, mentransformasi pola pikir lewat adanya merdeka belajar, lewat adanya perubahan kurikulum, pembaharuan cara kita mengajar, lewat platform-platform yang disediakan, tapi itu semua menurutku akan sia-sia kalau tidak ada perubahan dan pergerakan dari gurunya gitu. Jadi aku merasa memang guru itu menjadi menjadi kunci dari keberhasilan sistem pendidikan kita," jelas alumnus Universitas Negeri Jakarta ini.

2. Keterbatasan pemahaman literasi menjadi hambatan dan tantangan yang berarti dalam kemajuan pendidikan di Indonesia

Galih Sulistyaningra. (instagram.com/galihtyanr)

Hambatan dalam pendidikan menjadi tantangan yang harus diselesaikan secara serius dan komprehensif. Literasi rendah dengan metode belajar konservatif agaknya tak lagi relevan di era globalisasi seperti saat ini. Galih menerangkan salah satu masalah utama dalam pendidikan di Indonesia, menurutnya adalah permasalahan literasi,

"Masalah yang paling utama, salah satunya adalah kemampuan murid dalam memahami bacaan yang masih sangat rendah."

Pendidikan seharusnya dapat mendorong anak untuk berpikir kritis dalam menyelesaikan masalahnya. Namun, bila pendidikan hanya terpacu pada kemampuan menjawab soal, maka pola pikir anak sulit untuk berkembang dan memahami masalah secara lebih mendalam. 

"Kita belajar cuma dalam permukaan bukan mendalami apa yang kemudian menjadi tujuan pembelajaran itu sendiri. Jadi aku merasa rendahnya literasi murid dibuktikan dengan kemampuan mereka memahami bacaan. Jadi, anak-anak murid kita tuh bisa baca lancar, tapi mereka enggak mengerti apa yang dibaca. Nah, itu jadi salah satu isu yang menurutku paling butuh dibenahi," ujar Galih menyoroti keterampilan literasi yang rendah pada anak di sekolah. 

Metode belajar yang padat membuat guru lebih terbatas dalam mengeksplorasi pembelajaran di kelas. Terdapat banyak target yang harus dipenuhi sehingga tak cukup ruang untuk memahami kebutuhan dan perkembangan anak di bangku sekolah.

"Metode belajar kita di kelas, itu juga balik lagi karena kurikulumnya, itu terlalu padat. Guru-gurunya jadi mengejar konten, akhirnya kita enggak bisa memfasilitasi pembelajaran yang memang berpihak sama anak, dalam artian mendukung sesuai kebutuhannya, sesuai dengan level pemahamannya mereka gitu. Jadi apa yang sekarang lagi dibenahi, nih menurutku kalau benar-benar itu berhasil itu akan sangat sangat membantu murid-murid kita untuk bisa lebih, satu memahami bacaan, dua mereka punya ruang untuk bisa mengeksplorasi. Pemahamannya itu tuh jadinya enggak cuma di permukaan, tapi ada ruang buat anak-anak bisa eksplorasi kedalaman dan ini lagi disasar dengan adanya pembelajaran berbasis proyek kayak gitu," lebih jelas Galih menerangkan mengenai kurikulum merdeka belajar yang tengah digarap pemerintah dan telah diimplementasikan ke berbagai sekolah di Indonesia. 

Baca Juga: Menulis dengan Determinasi: Kisah Nur Safira Aulia yang Inspiratif

3. 'Bekal Pendidik' jadi komunitas yang saling menguatkan guru untuk melakukan kemajuan di bidang pendidikan

Galih Sulistyaningra. (instagram.com/galihtyanr)

Saat mengajar, seorang guru memegang peran penting bagi masa depan anak-anak.Tak sebatas menyampaikan bahan ajar, guru turut menjadi tauladan bagi murid-muridnya. Dari materi pelajaran yang disampaikan, hingga perilaku yang dicontohkan, anak-anak dengan mudah melihat dan meniru guru di kelasnya.

"Aku merasa calon-calon guru bahkan dulu ketika aku di PGSD pun rasanya profesi guru itu bukan profesi yang dipandang sebagai profesi keren gitu ya. Dan kadang hal ini tuh bikin kita bimbang, benar enggak ya kita tuh mengambil profesi ini? Apakah ada harapan buat kita bisa jadi guru yang akhirnya 'dipandang' terus guru akhirnya benar benar membawa perubahan?" kata alumni SMA Negeri 1 Jakarta ini.

Keraguan tersebut tak hanya dialami olehnya, namun banyak guru dengan dedikasi tinggi juga khawatir tak dapat beradaptasi dan mengaplikasikan semangat mengajarnya di kelas. Oleh karenanya, Galih menginisiasi komunitas 'Bekal Pendidik' guna mendorong kekuatan bagi para guru untuk melakukan profesi ini dengan sepenuh hati dan menciptakan lingkungan yang nyaman untuk anak. 

"Ternyata sebenarnya yang dibutuhkan guru itu pada akhirnya, lingkaran yang menguatkan. Kalau kita enggak punya teman yang satu frekuensi pada akhirnya kita akan lupa, pas kita ada di sekolah kita jadi kebawa arus, mungkin bukan arus yang baik. Akhirnya yang kita awalnya udah menggebu-gebu, awalnya sudah punya idealisme pengen bikin kegiatan ini, pengen bikin itu, pokoknya belajar anak itu senang, pengin lebih memahami anak, pengen lebih berpihak sama anak-anak, tapi ternyata begitu pas kita ada di sekolah iklimnya mungkin enggak mendukung. Akhirnya kita terbawa arus," di situlah pentingnya peran komunitas Bekal Pendidik yang digagas oleh Galih. 

4. Ki Hajar Dewantara, guru bangsa sekaligus sosok inspirasi bagi Galih

Galih Sulistyaningra. (instagram.com/galihtyanr)

Kesuksesan pendidikan Indonesia saat ini sangat lekat dengan buah pemikiran pahlawan nasional, Ki Hajar Dewantara. Guru bangsa yang sangat peduli dan berpihak pada potensi anak ini, turut menjadi sosok inspiratif bagi Galih.

Ia melihat Ki Hajar Dewantara sangat mengapresiasi setiap potensi dan keunikan dalam diri anak. Perempuan berambut panjang ini pun begitu mengidolakan Ki Hajar Dewantara.

"Aku suka banget gimana dia berpikir kalau pendidik, guru-guru itu, ibaratnya kayak petani dan murid-murid kita kayak tanaman, ada yang jadi tanaman padi, ada yang jadi tanaman jagung. Tapi intinya kita gak akan pernah bisa mengubah tanaman padi jadi tanaman jagung, jadi tugasnya pendidik tuh bukan kayak tanaman yang beda-beda ini kita samakan, tapi justru cara kita merawat, cara kita memelihara, itu bisa beda-beda. Dan kita gak pernah bisa mengubah kodratnya anak," terangnya.

Baca Juga: Cerita Darren Amadeus Martin Raih Beasiswa Mitsui Bussan, Inspiratif!

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya