Cerita Abellia Anggi, Peraih 10 Beasiswa dalam 10 Tahun
#AkuPerempuan Semua itu bisa asal ada kemauan
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Sepiring matcha honey toast belum juga disentuh. Padahal bunga-bunga es yang bercokol di atas roti panggang kecokelatan itu sudah mulai mencair. Secangkir hot matcha pun cuma diaduk-aduk. Sesekali saja diseruput. Dari tadi, perempuan bernama Abellia Anggi Wardani itu asyik berkisah tentang pengalamannya mencicipi Negeri Tulip.
Pengalaman akademis dan sosialnya sudah bertumpuk-tumpuk. Papua, Sulawesi, Kalimantan, dan daerah-daerah terpencil, terluar, serta terdepan di Indonesia telah disambangi. Prancis dan Belanda jadi saksi hidup gadis Sagitarius itu berjuang mencari pengetahuan. Namun siapa sangka usianya belum genap kepala tiga.
Januari tahun 2016 dia terdaftar sebagai mahasiswi program doktoral di University of Tilburg, Belanda. Sebelumnya, ia menuntaskan studi master di universitas yang sama untuk Management of Cultural Diversity. Bicara pendidikan, semangat belajar Abelia memang patut menjadi inspirasi. Berbarengan dengan kuliahnya di jenjang strata satu jurusan sastra Prancis, Universitas Indonesia, perempuan kelahiran Ambarawa itu merampungkan belajar di Université d’Angers, Prancis, untuk tourism management.
Jangan disangka hijrah pendidikannya ini dibiayai dengan kocek pribadi.
Sejak semester tiga, Abel—begitulah ia biasa disapa—sudah menghidupi kuliahnya dengan beasiswa. Setidaknya, sampai sekarang, ada sepuluh beasiswa yang berhasil didapatkan. Kedutaan Prancis, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Orange Tulip, Frans Seda Foundation Research Fellowship, dan LPDP adalah beberapa institusi yang membiayainya.
1. Kalang kabut ketika ‘ditolak’ pemerintah
Perjalanan Abel merengkuh beasiswa sungguh tak mudah. Ia setidaknya pernah ditolak tiga kali. Penggemar Ayu Utami dan Dewi Lestari itu berkisah, mulanya ia gagal memperoleh beasiswa Orange Tulip. Sebab, ia belum resmi diterima di University of Tilburg.
“Orange Tulip bilang, kalau universitasnya belum menerima, mereka gak bisa kasih beasiswanya. Akhirnya aku dikasih surat elektronik. Ya sudah, sedih,” tuturnya, mengenang.
Selang dua hingga tiga pekan, Abel mendapat informasi bahwa ia diterima sebagai mahasiswa Tilburg. Namun ia bingung, sebab tak ada institusi yang membiayainya kala itu.
“Aku bilang ke Tilburg, aku gak bisa dapat bantuan keuangan dari institusi atau perusahaan. Kemudian, mungkin mereka (pihak universitas) ada komunikasi dengan Orange Tulip. Akhirnya, 1-2 pekan kemudian, aku diterima dan dapat beasiswa dari Orange Tulip.”
Penolakan selanjutnya justru datang dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, yakni untuk program beasiswa unggulan. Padahal, Abel optimistis bisa memperoleh beasiswa itu. Kabar buruk ihwal gagalnya mendapat beasiswa dari Diknas diterima sebulan setelah Abel pindah ke Belanda untuk menempuh studi master.
“Waktu itu aku memang nekat ke Belanda. Aku pikir, yang penting sekolahnya sudah dibayar (oleh Orange Tulip). Lalu biaya di sana aku pakai uang seadanya dulu dari gaji kerja. Sebulan di sana, aku dapat email kalau gak dapet (beasiswa dari Diknas). Satu minggu nangis dan down,” ujar Abel.
Ia bingung lantaran merasa tak mungkin minta orang tua buat menduiti hidupnya di sana. Maklum, menurut pengakuan Abel, ia tak berasal dari kalangan keluarga kaya raya. Terlebih, hidup di Belanda tak murah.
Baca juga: Aditira Hanim, Selebgram yang Ingin Ubah Pandangan Tentang Berat Badan
Baca juga: Rosa Dahlia, Berani Berkarya & Mendedikasikan Diri di Pedalaman Papua