TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kisah Agita Pasaribu Bangun Bullyid App untuk Support Para Survivor

Menyediakan bantuan psikolog hingga legal

Agita Pasaribu, Founder dan Eksekutif Director BullyID (instagram.com/agyeeta)

Bullyid Indonesia merupakan sebuah organisasi independen guna memberi dukungan kesehatan mental dan hukum yang saat ini sudah menjadi sebuah yayasan dan telah berdiri sejak awal 2020. Sebagai layanan digital, Bullyid berfokus pada beragam kasus, seperti cyberbully, KBGO, sexual assault, hingga sexual harrasment. 

IDN Times pun berkesempatan mewawancarai Founder sekaligus Eksekutif Director Bullyid Indonesia, Agita Pasaribu, pada Kamis (28/4/22) untuk mengetahui landasan awal mula terbentuknya organisasi tersebut, serta bentuk program yang dimilikinya. Mari simak kisah Agita dalam membangun Bullyid Indonesia secara lengkap di bawah ini.

1. Berawal dari korban bully, diskriminasi, hingga pelecehan seksual, Agita memberanikan diri untuk membuat wadah untuk mendukung survivor lain

Agita Pasaribu, Founder dan Eksekutif Director BullyID (instagram.com/agyeeta)

Bullyid Indonesia atau yang lebih dikenal dengan Bullyid App merupakan sebuah platform yang dibuat oleh Agita Pasaribu sebagai wadah untuk memberikan bantuan kepada para korban bully hingga pelecehan seksual di Indonesia. Adapun latar belakang berdirinya organisasi ini diinisiasi langsung oleh Agita berdasarkan pengalamannya yang sulit mendapatkan bantuan usai mendapat pelecehan di ruang kerja. 

"Tahun 2019 aku sempat mendapat diskriminasi hingga sexual assault yang dilakukan oleh atasanku sendiri. Sayangnya, saat itu aku sangat sulit mendapat support system sehingga akhirnya aku keluar dari kantor tersebut,” katanya. 

Pengalaman buruk tersebut pun membuat Agita mengalami mental breakdown sehingga mulai aktif di beberapa komunitas. Dengan inisiasi dan pemikiran yang sama, dirinya pun memberanikan diri untuk membuat sebuah organisasi guna menjadi wadah support bagi para korban lainnya.

"Bullyid Indonesia itu sebenarnya dibuat berdasarkan kejadian yang terjadi sama aku sendiri. Kita resmi me-launching-nya pada Mei 2020 dengan fokus memberi support, baik dari psikologi serta legal untuk korban sexual harrasment, KBGO, dan bentuk-bentuk kekerasan lainnya," imbuh Agita.

2. Bullyid memberikan bantuan berupa konsultasi bersama psikologi hingga bantuan hukum

Agita Pasaribu, Founder dan Eksekutif Director BullyID (instagram.com/agyeeta)

Dengan kata lain, bisa dibilang bahwa Bullyid merupakan sebuah platform yang berfungsi agar para korban dan survivor bisa meminta bantuan dengan cepat. Hal ini melihat bahwa Indonesia sendiri cukup sulit dan lama dalam proses pelaporan serta permintaan bantuan terkait hal-hal sensitif.

"Sebenarnya visi misi kita adalah memberikan lebih banyak lagi bantuan dan support secara psikologis dan secara hukum kepada korban-korban atau pun survivor dari sexual harassment dan online gender based violence," tuturnya.

Untuk bantuan berupa support ini bisa kamu dapatkan dengan pengajuan yang dilakukan melalui website bullyid.org. Kamu bisa berkonsultasi, bercerita, serta meminta bantuan hukum dengan pilihan identitas dikenali ataupun anonim.

"Kita sudah menyiapkan website, bullyid.org. Nanti di situ ada opsi bantuan psikologis dan bantuan hukum. Selain itu, kamu juga bisa mengobrol dengan tim dari Bullyid Indonesia secara gratis dengan waktu online dari jam 9 pagi hingga 8 malam setiap harinya. Karena bersifat private, kamu juga bisa bercerita dengan identitas anonim," terangnya.

Namun, untuk bantuan hukum yang memerlukan bantuan pengacara dan pendampingan, kami akan merefer kepada rekanan LBH, lawyer/lawfirm, yang mana terkadang tidak bisa kami guarantee untuk sepenuhnya tanpa biaya, tergantung dari partner dan kasusnya.

Baca Juga: Kisah Nirasha Darusman Mengarungi Duka dari Depresi hingga Bikin Buku

3. Gak hanya perempuan, Bullyid terbuka untuk memberikan bantuan bagi siapa pun tanpa memandang gender

Agita Pasaribu, Founder dan Eksekutif Director BullyID (instagram.com/agyeeta)

Kasus bully, diskriminasi, ataupun pelecehan seksual memang banyak dilaporkan dengan korban perempuan. Meski demikian, Agita menegaskan bahwa Bullyid memberikan bantuan tanpa memandang agama, gender, sex, atau hal lainnya. 

"Kita gak memandang religion, gender, sex, atau apa pun. Bahkan, kita senantiasa memberikan bantuan bagi masyarakat Indonesia yang berada di luar Indonesia. Kita juga banyak kasus yang datang dari laki-laki bahkan teman-teman dari LGBTQ Community, sehingga kita sebetulnya sangat open dan gak membeda-bedakan," ujarnya.

Akan tetapi, dalam beberapa kasus, khususnya kasus yang terjadi pada anak di bawah umur, Bullyid gak bisa langsung memberikan bantuan tanpa adanya consent dari wali atau orangtua. Hal ini pun disampaikan oleh Agita berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia.

"Kita pernah dapat laporan dari umur 15 tahun yang pakai online dating lalu foto-foto nude-nya diancam untuk disebarkan oleh orang yang dia kenal. Di situ, kita belum bisa bantu apabila korban tidak didampingi orang tua/wali. Kasus seperti ini masuk dalam ranah child pornografi sehingga kita butuh consent dari orangtua atau walinya apabila ingin meneruskan ke ranah hukum," jelasnya.

4. Bullyid juga fokus pada KBGO dan sudah termasuk ke dalam 3 NGO yang tergabung dalam global partnership Stop NCII

Agita Pasaribu, Founder dan Eksekutif Director BullyID (instagram.com/agyeeta)

Perjalanan Agita membangun platform demi memberi bantuan bagi para korban bully dan survivor sexual assault, serta sexual harrasment pun dilirik oleh dunia. Kini, Bullyid terdaftar sebagai salah satu dari tiga NGO yang menjadi global partnership Stop Non-Consensual Intimate Image (NCII) yang berbasis pada revenge porn

"Kalau ada orang yang foto nude atau foto intimnya disebarkan tanpa consent dan dia sudah melaporkan ke Instagram atau Facebook namun belum di-takedown hingga lebih dari 72 jam, kita bisa bantu eskalasi langsung ke bagian public policy Meta di Indonesia. Bullyid sudah termasuk menjadi global partnership untuk Stop NCII, sehingga kita bisa lebih cepat bantu untuk takedown foto tersebut," ceritanya.

 

"Dalam website kita, isi form di Revenge Porn Help Centre, masukkan link di mana foto-foto tersebarkan, pastikan link tersebut masih aktif dan bukan broken link. Korban tidak perlu meng-upload foto yang tersebarkan, hanya pastikan screenshot bukti pelaporan ke platform social media saja. Tim kami akan asses dan langsung meng-investigasi dari laporan-laporan yang masuk langsung ke pihak social media platform-nya. Di sini kami hanya membantu untuk take down content, tidak untuk melaporkan pelaku ke pihak berwajib.”

Baca Juga: Kisah Inspiratif Andhini Miranda Memilih Cara Hidup Zero Waste

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya