TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Hermin Istiariningsih: Perempuan Maestro Wayang Beber Satu-satunya di Indonesia

#AkuPerempuan Satu-satunya seniman perempuan yang mengabdikan hidupnya untuk melukis Wayang Beber

Merdeka.com

Wayang. Kita pasti tidak asing lagi dengan budaya yang identik dengan cerita yang disajikan bersama iringan gamelan dan sinden yang melatari jalan cerita. Namun, beberapa dari kita masih asing dengan keberadaan wayang yang satu ini. Wayang beber.

Selain wayang kulit dan wayang golek yang tidak perlu lagi dipertanyakan ketenarannya, keberadaan wayang beber sebagai salah satu budaya warisan tanah Jawa perlu untuk diketahui agar tetap lestari. Wayang beber merupakan wayang yang terbuat dari kertas atau Daluwang (Kertas Jawa) yang dilukiskan per-empat episode cerita dan pementasanya berupa pertunjukan gambar yang digelar (dibeber).

Hal ini membuat wayang beber menjadi pertunjukkan teater tutur dengan obyek gambar yang dituturkan oleh dalang dan diceritakan per-adegan. Berbeda dari wayang kulit yang berupa pementasan bayangan (shadow play), tokoh-tokoh yang sedang berbicara ditunjuk dengan tongkat oleh dalang. Meskipun begitu, sama halnya dengan jenis wayang yang lain, pementasan wayang beber juga diiringi dengan gamelan jawa beserta sinden. 

Dari ekstistensi wayang beber yang hampir punah, Indonesia patut berbangga memiliki Hermin Istiariningsih atau yang sering dipanggil Bu Ning. Beliau adalah wanita satu-satunya yang mengabdikan diri sebagai pelukis wayang beber yang masih menghasilkan karya diusia senjanya. 

1. Masih bertanya-tanya dengan sebutan Maestro yang disematkan kepadanya

Twitter.com//KickAndyShow

Namanya asing jika dibandingkan dengan deretan pelukis nasional. Wanita kelahiran Jombang 66 tahun silam yang kini menetap di Kampung Wonosaren, Jagalan Surakarta ini telah mendedikasikan diri sebagai pelukis wayang beber sejak tahun 1985.

Bersama suaminya, Sutrisno (Mbah Tris) yang juga seorang pelukis, Bu Ning setia berkarya. Melahirkan goresan-goresan yang bermakna melestarikan budaya bangsa. Banyak karya-karyanya menghiasi ruangan hotel tanah air, bahkan hingga sampai ke Perancis, Suriname dan kolektor-kolektor di Indonesia. 

Sebagai seorang pelukis, Bu Ning tidak pernah mendapatkan pendidikan khusus sebagai pelukis tradisional. Beliau belajar secara otodidak dimulai tahun 1984. Bersama dengan sang suami beliau setia menggeluti profesi ini hingga sekarang.

Meskipun demikian, sebagai pelukis tradisional yang otodidak, beliau juga pernah melakukan Pameran tunggal di Hotel Lor In, pada tahun 2004. Semua itu dilakukannya sendiri dengan mengumpulkan biaya yang beliau peroleh dari hasil kerjanya, tanpa ada sponsor, dengan dibantu oleh suaminya. 

Karena berbagai prestasi itulah beliau disebut-sebut sebagai maestro sekaligus aset bangsa. "Saya mendengar istilah-istilah itu ya dari orang-orang, saya sampai berpikir heran. Apa iya saya ini maestro, wong sebutan itu jauh dari kehidupan yang saya jalani." Seloroh beliau pada suatu kesempatan. Beliau merasa bahwa sebutan itu jauh dari apa yang beliau rasakan. Mengingat pada saat beliau jatuh sakit, keluarga begitu kesulitan untuk mengurus Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan penolakan saat memohon biaya ganti perawatan di rumah sakit menggunakan kartu BPJS.

Writer

Nindy Kusumaningtias

Pemuja oreo garis keras

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya