TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

5 Alasan Kenapa Budaya Patriarki Masih Ada di Indonesia

Cowok dan cewek wajib tahu!

IDN Times/Alvita Wibowo

28 dan 29 April lalu, beberapa daerah di Indonesia ramai diberitakan mengadakan Women's March. Ada banyak sekali tuntutan yang dibawa oleh perempuan Indonesia, khususnya yang terkait dengan kesetaraan gender dalam hal berkarier. Hal ini pun mengingatkan kita soal budaya patriarki yang masih mengakar di Indonesia.

Dari berbagai sumber, penulis merangkum beberapa alasan atau hipotesis kenapa budaya patriarki masih ada di Indonesia. Berikut ini di antaranya.

1. Praktik pembagian kerja patriarkis yang sudah berlangsung sejak manusia belum mengenal tulisan & masih berburu serta meramu

IDN Times/Alvita Wibowo

Sejak masa berburu dan meramu, praktik patriarkis sudah secara tidak langsung terjadi. Di masa itulah, kaum laki-laki bekerja di luar huniannya. Mereka berburu dan mencari makanan. Memasuki masa bercocok tanam, ada alternatif pekerjaan baru yaitu menanam tumbuhan pangan.

Sementara perempuan berkarya di zona yang lebih 'kalem'. Mereka akan merawat anak, memasak hasil buruan, atau mengumpulkan bahan makanan yang ada di sekitarnya seperti buah-buahan.

Tampaknya, tradisi pembagian kerja ini masih dianggap sebagian orang adil. Karenanya, ini terus berlangsung hingga kini. Namun yang membahayakan adalah jika ada motivasi tersembunyi atau paksaan yang mengatasnamakan hal ini. Padahal, dari sisi perempuan punya keinginan kuat untuk tetap berkarya dan menciptakan prestasi.

2. Orangtua sudah secara tidak langsung meneruskan warisan ini. Mereka bilang, cewek itu tidak boleh jorok dan sebagainya

IDN Times/Alvita Wibowo

"Anak perempuan tidak boleh bangun siang", "Anak gadis tidak boleh jorok", "Cewek kok gendut banget?" adalah sekian hal yang selalu saya dengarkan dari orangtua. Semua lantaran saya adalah anak perempuan.

Oke, memang idealnya semua orang jangan sampai bangun siang dan melewatkan rezekinya, jangan jorok, dan jangan tidak menyayangi tubuhnya. Tapi dengan konteks yang sedemikian rupa, bukankah seakan-akan hanya cowok yang wajar bangun siang, jorok, dan bertubuh gemuk?

Bagaimana kalau cewek bangun siang karena ia berjuang mati-matian demi masa depannya sendiri dan keluarga? Bagaimana kalau ia jorok dan gemuk tapi prestasinya tinggi? Akankah orang melihat sisi positifnya ketimbang buruknya saja? 

Baca Juga: Hari Kartini, Lakukan 5 Hal Ini Untuk Menjadi Wanita yang Berkelas

3. Kini, iklim kapitalisme juga ikut-ikutan melanggengkan patriarki. Tengok saja bagaimana cewek digambarkan dalam beberapa pariwara

IDN Times/Alvita Wibowo

Melihat iklan parfum, busana, atau kosmetik yang beredar, seakan-akan cewek digambarkan bak sosok yang hanya memikirkan penampilannya saja. Dengan demikian, mereka menaklukkan cowok yang selama ini didambakan. Sampai di sini, cewek juga dianggap sekadar memikirkan cinta dan memperbaiki diri demi menggaet pacar.

Kalau saja bukan hal itu yang digambarkan, bisa dipastikan representasi produk pun kurang menarik. Penjualan pun tak bakal naik bukan? Cewek pun terpaksa menerima kenyataan tersebut lantaran dibombardir ribuan iklan bernada sama dan dikemas dalam visual menarik.

4. Mereka yang menjunjung patriarki, tak sedikit yang mengatasnamakan aturan adat dan agama. Meski ujungnya, hal ini bisa disalahgunakan

IDN Times/Alvita Wibowo

Sebagian daerah di Indonesia memang masih memegang kuat aturan adat yang menjadikan posisi laki-laki lebih tinggi. Pun ada pandangan dalam agama yang memposisikan pria sebagai pemimpin, sehingga wanita tak patut berpendapat.

Hal ini sebenarnya tidak ada masalahnya kalau perempuan masih berhak maju dan mewujudkan pengembangan kepribadiannya. Tapi sekali lagi, tidak semua orang bijak memandang aturan ini. Malah, ada yang menggunakannya untuk memuluskan semua kepentingan pribadi.

Baca Juga: Cerdas & Bersahaja, 8 Ciri Ini Tunjukkan Kamu Seorang Beta Woman

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya