Policy Dialogue "Freedom From Discrimination: Historical Journey from Japan to Indonesia". Selasa (15/2/2022). IDN Times/Adyaning Raras
Head of Networks, Partnerships and Gender Division di OECD Development Centere, Bathylle Missika menjelaskan beberapa temuan yang ada pada OECD. Isu genting ini digambarkannya sebagai gunung es.
"Gunung es yang terlihat adalah faktor yang bisa kita lihat. Sementara yang di dalam laut adalah faktor yang tidak bisa kita lihat. Itulah penyebab utamannya, yaitu perempuan lebih banyak bekerja di dalam rumah. Mereka gak bisa bekerja di dalam rumah dan hal tersebut mengurangi partisipasi mereka," ujarnya.
Kekerasaan terhadap perempuan, gap antar gender, kurangnya partisipasi merupakan aspek penghambat pemberdayaan perempuan yang terlihat. Sementara yang tidak terlihat ada pernikahan dini, isu tentang maskulinitas, tanggung jawab rumah tangga yang tidak proporsional, gak ada kebebasan untuk bergerak.
Masalah utamanya adalah pekerjaan yang tidak diupah, itu tantangan yang dihadapi perempuan.
"Rasio perempuan dan laki-laki di pasar tenaga kerja gak proporsional karena COVID-19. Perempuan menghadapi pekerjaan pengasuhan yang tidak dibayar. Sementara bila perempuan bekerja, banyak yang menganggap mereka menelantarkan anak," jelasnya.
Menanggapi hal tersebut, Bathylle Missika juga melihat bahwa ada beberapa negara di G20 yang partisipasi tenaga kerja meningkat tapi penghasilannya masih mengalami kesenjajngan. Ada pula beberapa hal yang menghambat perempuan seperti anggapan bahwa pekerjaan konstruksi atau pertambangan itu hanya untuk laki-laki.
Menurutnya, harus ada action plan yang memberdayai perempuan terhadap hal ini. Perlindungan yang memadai harus bisa dinikmati oleh semua perempuan.