Kisah Maurilla Sophianti Selamatkan Bumi dengan Gaya Hidup Nol Sampah
Terdapat data menarik yang dipaparkan oleh Indonesia National Plastic Action Partnership bahwa 70 persen Indonesia dipenuhi oleh sampah plastik. Jumlah produksi plastik tiap tahun meningkat 5 persen. Hal ini tidak sebanding dengan produksi sampah plastik sebesar 4,8 ton setiap tahunnya yang tidak bisa dikelola dengan baik.
Sampah plastik tersebut dibakar di ruang terbuka (48 persen), terbiarkan tidak layak di tempat pembuangan sampah (13 persen), dan mencemari laut (9 persen). Bukan hanya sampah plastik, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan juga mencatat ada 8 ton sampah per tahun yang tidak terkelola dengan layak.
Kondisi ini seharusnya mampu menyadarkan banyak orang bahwa bumi sedang tidak baik-baik saja. Hal ini yang ingin ditekankan Maurilla Sophianti Imron melalui perjalanannya membangun komunitas Zero Waste Indonesia dan menerapkan gaya hidup nol sampah. Penasaran dengan kisah serunya? Simak, yuk!
1. Ketertarikannya terhadap gaya hidup minimalis membuka mata Maurilla tentang lingkungan dan kepeduliannya terhadap bumi
Kalau kamu berpikir bahwa Maurilla memiliki latar belakang dunia lingkungan, maka jawabannya adalah tidak. Ia adalah lulusan International Business and Management dari Hogeschool Inholland, Rotterdam. Setelah lulus kuliah, perempuan berhijab ini mulai tertarik dengan gaya hidup minimalis.
Semua berawal dari proses untuk mengurangi barang-barang yang tidak terpakai. Sejak di Belanda, Maurilla aktif membuat video seputar travelling. Sampai sekarang pun, Maurilla justru menggunakan platform Youtube sebagai wadahnya untuk berbagai informasi seputar zero waste, hidup minimalis, dan proses belajar hidup berkesadaran (mindful living). Contohnya berbagai tips melakukan kegiatan tanpa harus ada sampah.
Namun, perjalanan sampai bisa aktif mengedukasi atau menyuarakan pendapatnya terkait gaya hidup ini tidaklah mudah. Menurutnya, isu climate change ini gak bisa digapai, ia merasa insecure.
“Sebenarnya cerita dan berita tentang isu lingkungan itu udah banyak. Dari jaman dulu isu climate change itu udah ada meskipun gak sebanyak sekarang tapi udah banyak beberapa publik figur bicara soal itu. Aku merasa itu adalah sebuah isu yang gak bisa aku gapai. Biasanya orang-orang yang ngomongin ini adalah orang-orang yang expert. Mereka menggunakan bahasa akademik. Sementara, untuk orang yang gak punya background seperti aku, rasanya ketinggian. I just wanna know what i can do tapi dulu aku belum dapet jawaban itu.,” ujar ibu satu anak ini.
Menurutnya perjalanannya berproses dengan gaya hidup minimalis ini membuat Mauril bisa hidup lebih mindful. Ia merasa lebih berkesadaran dengan semua hal dan keputusan yang diambilnya.