Susy bercerita, terdapat perbedaan yang dirasakan ketika dirinya dulu menjadi atlet bulu tangkis dengan apa yang dia lihat dan rasakan dari atlet sekarang.
"Pastilah berbeda karena zaman juga berbeda, tapi yang paling mencolok itu perbedaan dari segi fasilitas, seperti perhatian dari pemerintah. Kalau dulu, perhatian pemerintah itu minim, sehingga otomatis mau gak mau harus berusaha sendiri, harus lebih tough. Contoh sederhana, habis main pasti lapangan licin jadi mesti nyapu sendiri. Kalau sekarang, sudah pakai karpet jadi lebih enak. Lebih mau berusaha juga karena kalau gak juara, kita gak dikirim. Budget lebih sedikit, yang dikirim sampai yang juara kedua saja. Kalau sekarang kan budget lebih besar, perhatian lebih besar, semua lebih mudah, jadi dari atletnya sendiri yang harus mau gigih," terang Susy.
Meski begitu, Susy mengaku tidak bisa membandingkan secara langsung antara generasi dulu dan sekarang karena semua itu memiliki sisi plus dan minus tersendiri.
"Apa yang pernah kita capai dulu bisa diterapkan juga saat ini, tapi dengan cara berbeda," ujar dia. Susy menerangkan lebih lanjut, misalnya dari segi komunikasi. Menurut Susy, generasi millennials harus diberikan pengertian yang logis. "Gak bisa tuh dipakai lagi perumpamaan demi mengabdi kepada negara, kalau ke atlet-atlet sekarang saya harus lebih to the point. Saya bilang ke mereka kalau kamu mau duit banyak, ya harus menang. Kalau kamu mau bonus besar, ya saya kasih bonus latihan dulu sekarang. Karena dunia ini kan sudah jadi pilihan mereka, untuk masa depan mereka juga. Kalau dulu mungkin tabu ya, sedikit-sedikit ngomongin duit, padahal bukan masalah itu. Anak-anak ini, saat terjun ke sini, kan mereka berharap ada masa depan di sini. Rasa nasionalisme sih tetap punya, tapi tujuan utama kan berbeda," ungkap dia.