Jakarta, IDN Times - Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu (TPP HAM) akhirnya menyerahkan laporan akhir kepada Presiden Joko "Jokowi" Widodo pada Rabu, (11/1/2023).
Laporan itu disusun setelah bekerja pada periode Oktober hingga Desember 2022. Tim yang terdiri dari 12 anggota itu dipimpin oleh mantan Duta Besar Indonesia untuk PBB, Makarim Wibisono.
Berdasarkan Keppres nomor 17 tahun 2022, TPP HAM memiliki empat tugas. Pertama, mengungkap dan menganalisa pelanggaran HAM berat pada masa lalu berdasarkan data dan rekomendasi dari Komnas HAM sampai tahun 2020. Kedua, mengusulkan rekomendasi langkah pemulihan bagi para korban dan keluarganya.
Ketiga, mengusulkan rekomendasi untuk mencegah agar pelanggaran HAM serupa tidak terulang kembali di masa mendatang. Keempat, menyusun laporan akhir.
Berdasarkan data dari Komnas HAM, ada 12 peristiwa yang dikategorikan pelanggaran HAM berat dan pemerintah akan melakukan pemulihan terhadap korban dari kejadian itu. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD mengatakan meski tim itu mengusulkan proses di luar jalur hukum bukan berarti proses penegakan hukum untuk mengungkap 12 peristiwa di masa lalu tersebut jadi terhenti.
"Tim ini tidak meniadakan proses yudisial," ungkap Mahfud di Istana Kepresidenan pada Rabu lalu.
Meski begitu, ia tak menampik tidak mudah untuk memberikan keadilan bagi terduga pelaku pelanggaran HAM berat. Sebab, berdasarkan kejadian di masa lalu, para terdakwa dari empat kasus pelanggaran HAM berat malah divonis bebas di pengadilan.
"Semua tersangkanya dibebaskan karena tidak cukup bukti untuk dikatakan sebagai pelanggaran HAM berat. Bahwa itu, tindak kejahatan iya, tapi bukan pelanggaran HAM berat karena hal tersebut berbeda," kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu.
Lalu, apa saja rekomendasi yang disampaikan oleh TPP HAM kepada Jokowi?