Mahfud: TNI-Polri Akan Diberi Pelatihan HAM, Berpengaruh ke Karier
Jakarta, IDN Times - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD mengatakan personel TNI dan Polri akan diberikan pelatihan pemahaman mengenai Hak Asasi Manusia (HAM). Bahkan, pelatihan itu akan ikut melibatkan dunia internasional dalam memberi penataran bagi personel TNI dan Polri.
Ia mengatakan poin itu termasuk ke dalam rekomendasi Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat di masa lalu (TPP HAM).
"Presiden setuju kemarin (dengan rekomendasi ini) dan meminta agar saya segera memfollow up ini lalu mengkoordinasikannya dengan Panglima TNI dan Kapolri. Termasuk soal bagaimana kurikulumnya dan bentuk pelatihannya," ungkap Mahfud seperti dikutip dari YouTube Kemenko Polhukam, Jumat, (13/1/2023).
Bahkan, ia tak menutup kemungkinan pelatihan pemahaman mengenai HAM itu menjadi syarat untuk masuk ke jabatan tertentu atau tugas tertentu. "Itu nanti semuanya akan diatur untuk lebih memastikan," kata dia.
Menurut Mahfud, ia tidak akan meminta dibentuk undang-undang baru. Karena aturan terkait HAM sudah cukup banyak. Tinggal dilaksanakan saja.
Di sisi lain, Mahfud turut menyinggung bahwa tidak hanya TNI-Polri yang melakukan pelanggaran HAM berat. Ia menyebut ada juga sejumlah pejabat sipil seperti di pemda dan kementerian yang turut melakukan hal tersebut.
"Tetapi, secara khusus kalau menyebut TNI-Polri, memang kemarin ada rekomendasi dari tim PP HAM agar setiap anggota TNI-Polri diberi bekal pelatihan hak asasi manusia," tutur dia.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu kembali menegaskan bahwa adanya tim PP HAM tidak menghapus proses yuridis dalam kasus pelanggaran HAM berat. Lalu, apa penyebab banyak terdakwa di dalam kasus pelanggaran HAM berat justru divonis bebas?
1. Empat kasus pelanggaran HAM berat sudah diadili, semua terdakwa divonis bebas

Menurut Mahfud, tidak mudah untuk memproses hukum kasus-kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu. Bahkan, ada sejumlah terdakwa yang telah dihadapkan ke pengadilan namun berujung vonis bebas.
Total ada empat kasus pelanggaran HAM berat masa lalu yang mengalami peristiwa itu. Pertama, pelanggaran HAM di Timor-Timur (1999), kedua, Tanjung Priok (1984), ketiga, peristiwa Abepura (2000) dan keempat, Paniai (2014).
"Total semua, 35 terdakwa lho yang dibebaskan. Ini terjadi karena standar pembuktian menurut Komnas HAM dan kejaksaan itu berbeda," kata Mahfud.
Menurut kejaksaan agung, berdasarkan perintah undang-undang nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, setiap temuan Komnas HAM harus dibawa ke pengadilan.
"Ya, dibawalah perkara itu. Tetapi, kemudian bebas. Begitu," ujarnya.
Menurut Mahfud, sisa delapan kasus lainnya yang belum dibawa ke pengadilan akan dibahas lebih lanjut oleh DPR. Hal itu sesuai di dalam pasal 43 UU nomor 26 tahun 2000.
"Jadi, dikembalikan saja ke undang-undang. Kalau mau dipaksakan (untuk dibawa ke pengadilan), biar DPR bicara lagi deh gimana cara membawanya ini," tutur dia lagi.
2. Personel TNI-Polri dan ASN juga banyak yang menjadi korban pelanggaran HAM berat

Lebih lanjut, Mahfud mengatakan yang menjadi korban pelanggaran HAM berat tidak hanya warga sipil. Personel TNI, Polri dan ASN pun tak luput menjadi korban.
"ASN itu banyak yang misalnya tiba-tiba dipecat, lalu tidak jelas nasibnya. Begitu juga personel TNI dan Polri," kata Mahfud.
Maka, pemerintah pun juga akan membantu untuk mengurus dana pensiun bagi personel TNI, Polri dan ASN. Sebab, mereka juga bagian dari korban.
Selain diberikan bantuan ekonomi, tim PP HAM juga memberikan bantuan jaminan kesehatan, pembangunan memorial hingga penerbitan dokumen kependudukan. Menurut Mahfud, banyak korban yang lantaran dikatakan tersangkut paut kasus pelanggaran HAM berat maka dokumen kependudukannya malah tidak dibereskan.
Selain itu, ada pula bantuan berupa beasiswa pendidikan, rehabilitasi medis, psikis, perlindungan korban, pelatihan dan pembinaan kewirausahaan pertanian, peternakan hingga koperasi.
3. Pemerintah akan distribusikan bantuan by name by address agar tak salah sasaran

Mahfud pun menjelaskan agar program bantuan itu tidak salah sasaran maka akan diberikan by name by address. "Nanti, yang ini khusus bagi korban-korban, nanti karena sudah tercatat yang ditemukan oleh PP HAM," kata dia.
Ia memastikan bahwa negara melakukan hal ini sebagai bentuk perhatian khusus kepada korban-korban pelanggaran HAM berat. Ia pun menggaris bawahi bantuan tersebut untuk korban bukan pelaku.
"Kalau pelaku (pelanggaran HAM berat) itu menjadi urusan Komnas HAM," ujarnya lagi.