Jakarta, IDN Times - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan hukuman 15 tahun penjara terhadap terdakwa pembunuhan berencana Brigadir J, Kuat Ma’ruf.
Hukuman itu jauh lebih berat dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang hanya delapan tahun penjara.
Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso menyebut Kuat Ma’ruf secara sah dan meyakini ikut serta dalam pembunuhan berencana.
Mulanya, Wahyu Iman Santoso meminta Kuat Ma’ruf berdiri untuk mendengarkan hukuman yang akan diterimanya. Ia pun secara seksama mendengarkan vonis yang dibacakan oleh hakim ketua.
“Menjatuhkan pidana penjara kepada Kuat Ma’ruf selama 15 tahun,” katanya.
Kuat Ma’ruf terlihat menunjukkan tiga reaksi yang tidak biasa menanggapi hukuman yang diterimanya.
Pertama, Kuat Ma’ruf langsung beranjak dari tempat duduknya dan menghampiri kuasa hukumnya. Mereka tampak berdiskusi menanggapi hukuman yang diterimanya.
Kedua, setelah selesai mendengarkan arahan kuasa hukumnya, Kuat Ma’ruf bergegas meninggalkan ruang utama sidang sambil menunjukkan salam dua jempol ke barisan pengunjung sidang.
Lalu yang ketiga, tepat di depan barisan jaksa, Kuat Ma’ruf terlihat memberikan salam metal. Ia pun bergegas untuk keluar dari ruang utama sidang.
Setelah itu dia langsung mengenakan kembali rompi tahanan berwarna merah sambil menjulurkan tangan kepada aparat kepolisian untuk siap diborgol kembali.
Kuat Ma’ruf juga secara tegas akan banding atas hukuman yang diterimanya. Ia percaya diri akan banding karena dalam kasus ini, merasa tidak ikut membunuh Brigadir J secara langsung.
Adapun, dalam rentetan kasus pembunuhan Brigadir J, hakim membeberkan sejumlah peran Kuat Ma’ruf.
Kuat Ma’ruf diyakini memenuhi unsur kesengajaan menghilangkan nyawa Brigadir J.
Hal itu tercermin dari rangkaian keterlibatannya sejak peristiwa di Magelang. Ia mengejar dan mengancam Brigadir J dengan pisau dapur.
Selain itu, ia membawa pisau tersebut dari Magelang sampai Duren Tiga. Ia juga bertemu dengan Ferdy Sambo di lantai tiga, rumah Saguling.
“Isolasi ke duren tiga padahal tidak ikut PCR, sampai di Duren Tiga tanpa komando saat mendapat informasi dari Kodir bahwa rumah Duren Tiga sudah bersih, menutup rumah bagian depan supaya suara kegaduhan atau tembakan tidak terlaku terdengar padahal tugas menutup pintu adalah tugasnya saksi Kodir,” kata Morgan.
Selain itu, Kuat juga menutup akses jalan di rumah Duren Tiga agar Brigadir J terisolasi dan tidak bisa melarikan diri. Ia juga naik ke lantai dua untuk menutup pintu balkon pada saat matahari masih terang.
“Ikut membawa korban ke tempat penembakan bersama dengan saksi Ricky Rizal di barisan kedua di belakang saksi Ferdy Sambo dan Richard Eliezer,” kata Morgan.