Masyarakat harus dicerahkan ya, harus diedukasi bahwa janganlah memilih pemimpin itu berdasarkan sesuatu. Misalnya Anda baru mau memilih ketika misalnya Anda diberikan sesuatu atau janji-janji.
Tapi masyarakat harus didorong, dicerahkan, diedukasi bahwa harus memilih pemimpin yang punya integritas, yang punya akhlak, yang baik, dia jujur. Jangan memilih pemimpin yang punya rekam jejak, yang punya track record sebenarnya itu tidak baik.
Karena kalau kita memilih pemimpin itu berasal dari pemimpin-pemimpin yang hanya bisa memberikan janji-janji, kemudian memberikan sesuatu, lantas itulah kita pilih tanpa melihat rekam jejaknya, tanpa melihat integritasnya, maka terjadi seperti sekarang ini.
Maka masyarakat harus diedukasi. Media juga punya tanggung jawab untuk mengedukasi masyarakat agar supaya masyarakat itu bisa dituntun agar memilih pemimpin yang jujur, memilih pemimpin yang berintegritas, memilih pemimpin yang punya akhlak baik.
Bagaimana cara melihatnya? Ya melihat rekam jejaknya. Melihat rekam jejak itu bukan berarti melihat orang itu 1-2-3 tahun kebelakang, tapi itu mengukur rekam jejak sesuatu track record itu panjang, harus dilihat beberapa puluh tahun yang lalu. Sejak dia kuliah atau sejak pertama kali dia bekerja di mana, di situ baru kita mengukur rekam jejak. Bukan 5 tahun yang lalu atau 10 tahun yang lalu.
Karena kalau kita mengukur rekam jejak 5 tahun yang lalu, maka yang kita temukan adalah kepalsuan. Karena orang yang 5 tahun atau 10 tahun yang lalu, dia sudah mencitrakan dirinya.
Kalau misalnya dia sudah berkeinginan jadi bupati, gubernur, atau menteri, maka 5 tahun atau 10 tahun yang lalu, dia sudah mem-branding dirinya, dia sudah mencitrakan dirinya dengan citra yang baik. Kepalsuan.
Tapi, mengukur atau melihat rekam jejak itu harus jauh ke belakang. 10-20 tahun yang lalu, ketika dia baru pertama kali bekerja atau ketika baru pertama kali kuliah. Di situ harus dilihat rekam jejaknya.