Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi siswa sekolah dasar belajar online. (IDN Times/Debbie Sutrisno)

Jakarta, IDN Times - Angka kasus COVID-19 di dunia terus meningkat, salah satu penyebabnya adalah varian terbaru COVID-19 Omicron yang masih dipelajari oleh para ilmuwan.

Varian Omicron kembali menimbulkan ketidakpastian di sejumlah negara. Mereka  bahkan harus kembali melakukan pengetatan kebijakan guna mencegah penyebaran varian Omicron. 

Organisasi dunia yang terfokus pada anak-anak, United Nations International Children’s Emergency Fund (UNICEF) menilai, sejumlah kebijakan pengetatan bakal merugikan anak-anak.

“Satu hal yang pasti, penutupan sekolah untuk yang kesekian kalinya akan sangat merugikan anak-anak,” kata Direktur Eksekutif UNICEF Henrietta Foredalam keterangannya, dikutip Minggu (26/12/2021).

1. Jadi bayangan fenomena pekerja hingga perkawinan anak

Ilustrasi pendidikan ( ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman)

Henrietta menjelaskan, penutupan seluruh sekolah yang berkepanjangan, keterbatasan sumber daya belajar-mengajar yang dialami anak, guru, orang tua dan kelangkaan akses pembelajaran jarak jauh, telah mementahkan kemajuan di bidang pendidikan yang sudah berlangsung puluhan tahun. Penutupan sekolah juga dinilai telah menghapus masa kanak-kanak yang kita kenal.

“Pandemik ‘bayangan’, berupa fenomena pekerja anak, perkawinan anak, dan isu kesehatan mental telah mulai terjadi,” katanya.

2. Anak berpotensi kehilangan 17 triliun US Dollar pendapatannya

ilustrasi siswa SD mengenakan masker (ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan)

Tak hanya kesempatan belajar yang hilang, anak-anak juga dinilai kehilangan sekolah sebagai tempat yang aman, kesempatan bersosialisasi dengan teman, akses pelayanan kesehatan.

Selain itu, tak jarang satu-satunya kesempatan menyantap makanan bergizi untuk hari itu. Secara total, generasi anak-anak bersekolah saat ini dapat kehilangan 17 triliun US Dollar potensi pendapatannya kelak.

“Sebab itulah, penutupan sekolah secara nasional perlu dihindari sebisa mungkin. Saat angka penularan COVID-19 meningkat dan protokol kesehatan masyarakat harus diperketat, sekolah selayaknya menjadi tempat terakhir yang ditutup dan tempat pertama untuk dibuka kembali,” pungkas Henrietta.

3. Mitigasi sangat diperlukan agar sekolah bisa tetap buka

Suasana anak-anak sekolah di Sudan Selatan yang sedang mengikuti kegiatan belajar di sekolah. (Instagram.com/unicefssudan)

Henrietta menyampaikan pentingnya langkah mitigasi penularan penyakit di sekolah agar kegiatan belajar mengajar dapat berjalan efektif. Pengetahuan ini harus digunakan untuk sejauh mungkin menjaga agar sekolah tetap dibuka.

“Kita juga harus tingkatkan investasi di bidang konektivitas digital untuk memastikan tak ada seorang pun anak yang tertinggal,” ujarnya.

“2022 tidak boleh menjadi tahun saat pendidikan terhenti untuk kesekian kalinya. Tahun ini seharusnya menjadi tahun ketika pendidikan dan kepentingan terbaik anak diutamakan."

Editorial Team