Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Studi: Pengidap Omicron Cenderung Tak Perlu Rawat Inap

ilustrasi virus (freepik.com/tawatchai07)

Jakarta, IDN Times – Studi terbaru dari Inggris menunjukkan bahwa orang-orang yang terjangkit virus Covid-19 varian omicron cenderung tidak membutuhkan perawatan inap. Secara spesifik, sekitar 30–70 persen kecenderungan mereka untuk tak perlu dilarikan ke rumah sakit.

Kendati demikian, para peneliti menekankan bahwa informasi tersebut merupakan penemuan paling awal dan laporan yang beredar masih belum dilakukan proses peer-review. Di samping itu, mengingat penyebaran omicron yang sangat cepat tak lantas membuat pemerintah dan masyarakat menjadi lengah dan tidak berhati-hati.

1. Pengidap omicron lebih kecil hingga 70 persen kemungkinannya untuk memerlukan rawat inap

ilustrasi ruangan rumah sakit (freepik.com/wirestock)

Ada sejumlah penelitian di Inggris terkait hal ini. Yang pertama datang dari Public Health Scotland. Dilansir oleh NBC News, penelitian tersebut menyatakan bahwa probabilitas orang-orang yang terinfeksi varian omicron di bulan November dan Desember untuk menjalani rawat inap dua pertiga kali lebih kecil dibandingkan varian delta.

Studi tersebut juga menambahkan kalau varian omicron cenderung hanya akan menunjukkan gejala-gejala ringan, terlebih pada mereka yang telah divaksin.

Hal serupa juga digaungkan oleh studi yang dirilis oleh London Imperial College pada Rabu (22/12/2021). Melibatkan 56.000 kasus varian omicron dan 269.000 kasus akibat varian delta, hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa masyarakat pengidap terserang omicron memiliki kecenderungan 40 persen tak perlu dirumahsakitkan.

Laman BBC juga merincikan, orang-orang yang menderita Covid-19 varian omicron:

  • 31–45 persen lebih kecil kemungkinannya dilarikan ke unit gawat darurat.
  • 50–70 persen lebih kecil kemungkinannya untuk menjalani perawatan di rumah sakit.

2. Sebuah berita baik

ilustrasi menggunakan masker (freepik.com/jcomp)

Perlu diingat bahwa kedua studi dari Inggris tersebut masih belum menjalani proses peer-review dan dianggap sebagai penemuan sangat awal oleh peneliti. Kendati demikian, Dr. Jim McMenamin, selaku direktur insiden Covid-19 nasional di Public Health Scotland, melihatnya sebagai sebuah "berita baik".

Dari BBC, dia mengatakan bahwa penemuan tersebut setidaknya "mengisi kekosongan" atau memberikan informasi baru terkait perlindungan terhadap rawat inap. Namun, McMenamin tetap mewanti-wanti agar kita semua tidak mengambil tindakan secara terburu-buru yang lantas menimbulkan dampak negatif.

"Dampak serius yang berpotensi timbul akibat omicron pada sebuah populasi tidak boleh diremehkan," imbuhnya.

Kepala penasihat medis untuk Presiden Joe Biden, Dr. Anthony Fauci, juga menyebutkan pernyataan serupa. Mengingat omicron merupakan strain virus dominan yang menyebabkan pelonjakan 73 persen kasus Covid-19 baru di Amerika Serikat, Fauci mengingatkan untuk tetap berhati-hati sembari mengamati kondisi yang akan terjadi ke depannya.

3. Meskipun begitu, tetap harus waspada mengingat laju infeksi omicron yang tinggi

ilustrasi mengenakan masker (pixabay.com/Tumisu)

Omicron memang tidak seganas delta. Begitu juga dengan studi terbaru yang menunjukkan kalau para pengidap varian tersebut tak terlalu dirawat di rumah sakit. Hanya saja, dari laman BBC, laju infeksi omicron sangatlah cepat sehingga tetap berpotensi menimbulkan kasus-kasus baru. Ini lantas menjadi pengingat agar tidak menelan mentah-mentah studi yang beredar sebagai kabar gembira.

Di samping itu, meskipun melibatkan 5,4 juta orang, studi dari Public Health Scotland juga belum memberikan informasi lengkap terkait para lansia. Hal ini dikarenakan belum banyak laporan penduduk Skotlandia dalam kelompok usia tersebut yang terjangkit varian omicron.

"Bukan berarti kita bisa langsung lengah (setelah mendengar penelitian terbaru) dan mengadakan pesta besar di mana kita berkumpul bersama semua kerabat lanjut usia dan mulai batuk-batuk di hadapan mereka," jelas Bill Hanage, profesor epidemiologi di Harvard's T.H. Chan School of Public Health.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Siantita Novaya
EditorSiantita Novaya
Follow Us