Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ahmad Muzani
Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Ahmad Muzani. (Dok/Istimewa).

Intinya sih...

  • Janji kemerdekaan harus terwujud secara adil dan makmur

  • MPR bisa mencegah lahirnya kebijakan yang merusak tatanan

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI, Ahmad Muzani, mengatakan, sejarah mencatat, perjalanan awal bangsa Indonesia diwarnai pertentangan antara kepentingan politik dan ideologi yang berujung pada konflik di tingkat akar rumput.

Menurut dia hal tersebut merupakan ancaman nyata konstitusi yang dikhawatirkan akan menggerogoti negara, serta merusak tatanan hukum dan menghancurkan cita-cita luhur sebagai bangsa. Untuk menghadapi ancaman ini, maka MPR tidak bisa berdiam diri.

"MPR adalah benteng terakhir penjaga konstitusi. MPR harus memastikan bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tetap utuh, relevan, dan menjadi pedoman tertinggi bagi seluruh rakyat Indonesia," ucap dia dalam Peringatan Hari Konstitusi dan Peringatan HUT ke-80 MPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (18/8/2025).

1. Janji kemerdekaan harus terwujud secara adil dan makmur

Gedung DPR/MPR RI, Senayan, Jakarta. (IDN Times/Helmi Shemi)

Muzani memastikan, janji kemerdekaan tetap terwujud dalam keadilan, kemakmuran, persatuan, dan kedaulatan yang sejati. Kewenangan ini merupakan mata dan telinga dari MPR.

"Dalam melihat bagaimana konstitusi kita diterapkan, maka MPR perlu mengkaji secara cermat, misalnya, bagaimana sistem presidensial yang sekarang ini menjadi pilihan kita sudah efektif atau tumpang tindih kewenangan antarlembaga negara yang menyebabkan kekosongan atau justru penumpukan kekuasaan," kata dia.

2. MPR bisa mencegah lahirnya kebijakan yang merusak tatanan

Ketua MPR RI, Ahmad Muzani (IDN Times/Ilman Nafi'an)

Ia menuturkan, dengan kajian yang objektif dan mendalam, MPR diharapkan dapat mencegah lahirnya kebijakan yang berpotensi merusak tatanan hukum dan semangat konstitusi.

Selain mengkaji sistem ketatanegaraan, MPR juga memiliki kewenangan untuk menyusun dan menetapkan perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.

"Ini adalah kewenangan yang luar biasa. Ibarat seorang arsitek, MPR memegang tanggung jawab penuh untuk memastikan bahwa rumah kebangsaan kita tetap kokoh dan relevan. Namun kewenangan ini harus digunakan dengan sangat hati-hati dan bijaksana," kata dia.

3. Amandemen bukan sekedar prosedur teknis dan harus lalui proses panjang

Ilustrasi proses amandemen UUD 1945 yang ketiga. (unsplash.com/Markus Winkler)

Di samping itu, MPR diingatkan untuk berhati-hati dalam menggunakan kewenangannya terkait wacana perubahan Undang-Undang Dasar 1945.

Namun demikian, perubahan konstitusi bukanlah solusi instan untuk setiap persoalan bangsa. Proses amandemen harus dilakukan dengan hati-hati, transparan, dan bijaksana.

“Amandemen bukan sekedar prosedur teknis, melainkan proses panjang yang harus dilalui dengan penuh keterbukaan. Masyarakat harus mengetahui setiap langkah dan alasan di balik usulan perubahan tersebut,” kata dia.

4. Perubahan konstitusi tidak boleh hanya didasarkan paaa segelintir orang

Ketua MPR, Ahmad Muzani ketika membuka sidang tahunan MPR 2025 pada 15 Agustus 2025. (Tangkapan layar YouTube IDN Times)

Selain transpara, kata dia, amandemen UUD 1945 juga harus partisipatif. Seluruh elemen bangsa mulai dari akademisi, tokoh masyarakat, hingga rakyat perlu dilibatkan agar setiap usulan benar-benar mencerminkan aspirasi bersama.

“Perubahan konstitusi tidak boleh hanya didasarkan pada kepentingan segelintir orang atau kelompok tertentu. Ia harus berlandaskan konsensus yang luas dan mencerminkan kesepakatan semua elemen bangsa,” ujar dia

Muzani mengatakan, dengan prinsip transparansi, partisipasi, dan konsensus nasional, MPR diharapkan dapat menjaga wibawa konstitusi sekaligus memastikan di setiap langkah perubahan benar-benar membawa manfaat bagi rakyat dan memperkuat fondasi kebangsaan.

Editorial Team