Amnesty International Indonesia soroti kebijakan Prabowo paradoks populis tapi pro-kepentingan elite. (IDN Times/Amir Faisol)
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid menilai, arah kebijakan publik selama satu tahun pemerintahan Prabowo-Gibran paradoks. Banyak kebijakan populis yang ditunggangi kepentingan elite politik.
Usman turut menyoroti efisiensi anggaran yang tak sejalan dengan prakteknya. Pemerintah mau menghemat anggaran, tapi membentuk kabinet gemuk berisi 105 menteri, wamen, dan kepala lembaga.
Imbas kebijakan ini, Usman mengatakan, pemerintah turut memangkas anggaran esensial di lembaga yang memperjuangkan hak asasi manusia (HAM), seperti Komnas HAM, LPSK, dan Komnas Perempuan. Pemangkasan anggaran ini berdampak pada layanan perlindungan saksi dan korban semakin terabaikan, termasuk korban pelanggaran ham, kekerasan seksual, dan perdagangan orang.
Sebaliknya, pejabat pemerintah dan elite politik justru memperlihatkan sifat yang tidak empatik kepada rakyatnya dengan berbagai fasilitas yang mereka terima. Ia menyoroti besaran dana reses yang bertambah bagi Anggota DPR RI periode 202r-2029.
"Ini artinya tidak ada kepekaan dari pejabat publik, dari politisi terhadap apa yang disampaikan oleh masyarakat berupa kritik atas kebijakan sosial-ekonomi. Jadi, itu sangat mencolok dalam setahun terakhir," katanya.