Jakarta, IDN Times - Senior Fellow Institut Leimena Dr. Alwi Shihab menilai intoleransi di Indonesia cukup mengkhawatirkan.
Meski demikian, dia juga menganggap Indonesia sebagai suatu negara dengan masyarakat plural memiliki prestasi yang cukup baik dalam berinteraksi dengan komunitas plural.
“Tetapi itu tidak berarti bahwa intoleransi di Indonesia itu sudah sirna. Intoleransi di Indonesia, mungkin kalau dibandingkan dengan banyak negara, kadarnya tidak terlalu besar, tetapi cukup mengkhawatirkan,” katanya seperti dilansir ANTARA, Sabtu (6/7/2024).
Mantan menteri luar negeri RI periode 1999-2001 itu mengatakan bahwa dirinya pernah menyarankan agar agama diajarkan secara desksriptif, bukan diajarkan secara dogmatis.
“Pengajaran agama secara deskriptif ini akan mengurangi fanatisme dan membuka wawasan terhadap kontribusi agama-agama lain kepada kemanusiaan, sehingga hal-hal yang sifatnya sensitif tidak perlu kita perdebatkan,” katanya.
Saat menjabat sebagai menteri luar negeri, Alwi mengatakan Pemerintah Indonesia mendirikan Center for Religious and Cross Cultural Studies (CRCS) di Universitas Gadjah Mada (UGM) pada tahun 2000.
Dia menyebutkan hal yang dilakukan oleh CRCS UGM itu hampir sama dengan hal yang dilakukan oleh Institut Leimena, bagaimana memberi pengetahuan pada masyarakat untuk saling menghormati dan saling berusaha untuk mengetahui ajaran agama yang lain agar bisa membangun kerja sama yang baik dengan cara berkolaborasi.