Mencuat Lagi di Priok, Ini Sejarah Pungli dan Premanisme di Indonesia
Terungkap dari kunjungan Presiden Joko "Jokowi" Widodo
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Kepolisian menangkap 49 orang yang diduga sebagai pemeras yang melakukan pungutan liar (pungli) di Tanjung Priok, Jakarta Utara. Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Mabes Polri Inspektur Jenderal Argo Yuwono mengatakan 49 terduga pemeras itu kerap memalak sopir kontainer di daerah tersebut.
Hal ini tersorot ke permukaan saat Presiden Joko "Jokowi" Widodo sedang berkunjung ke Tanjung Priok, Jakarta Utara. Salah seorang Sopir Truk mengadukan pungutan liar (Pungli) yang kerap terjadi di Tanjung Priok yang kemudian berbuntut pada diberantasnya praktik premanisme dan pungli.
Lantas apa yang sebenarnya dimaksud premanisme dan pungli? Dan bagaimana perkembangan kasusnya di Indonesia, mari kita simak bersama.
Baca Juga: Dapat Keluhan dari Sopir soal Pungli, Jokowi Langsung Telpon Kapolri
1. Pungli dalam sejarah
Berdasar KBBI, pungli adalah singkatan dari pungutan liar, meminta sesuatu (uang dan sebagainya) kepada seseorang (lembaga, perusahaan, dan sebagainya) tanpa menurut peraturan yang lazim.
Premanisme sendiri berasal dari serapan kata bahasa Belanda vrijman yang berarti orang bebas, merdeka dan isme merujuk pada aliran. Premanisme adalah sebutan pejoratif yang sering digunakan untuk merujuk kepada kegiatan sekelompok orang yang mendapatkan penghasilannya terutama dari pemerasan kelompok masyarakat lain.
Fenomena ini sudah seperti penyakit yang dalam masyarakat, kekuasaan dan dominasi disalahgunakan untuk keuntungan pribadi. Praktik pungli seakan sudah mengakar baik skala kecil maupun skala besar.
Praktik pembayaran pungli ini sudah ada dan berlaku sejak dari masa penjajahan saat Belanda meminta upeti kepada petani dan rakyat pribumi, bahkan sudah terjadi jauh sebelum itu. Sementara pemberian label dari praktik ilegal ini diperkenalkan di Indonesia pada September 1977.
Saat itu, Kaskopkamtib Sudomo yang bertindak selaku Kepala Operasi Tertib (OPSTIB) yakni, bersama Menpan JB Sumarlin gencar melancarkan operasi. Hal itu sesuai instruksi Presiden Soeharto No 9 Tahun 1977 tentang Operasi Penertiban. Operasi yang diterapkan selama 1977-1988 itu, bertujuan membersihkan praktik pungli, penertiban uang siluman, penertiban aparat pemda dan departmen.
Meski OPSTIB gencar dilakukan, praktik premanisme dan pungli tidak pernah hilang malah semakin menjadi. Hal ini seakan telah mengakar dalam di tengah masyarakat, seolah pungli merupakan hal yang lumrah. Padahal praktik itu jelas-jelas ilegal, bertentangan dengan hukum yang berlaku di Indonesia.
Pada masa pemerintahan presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pernah ada tim Satgas Pemberantasan Mafia Hukum melalui Keputusan Presiden Nomor 37 Tahun 2009. Bernasib sama, tim pemberantasan ini pun tak berumur panjang. Gebrakan hanya terjadi pada masa awal pembentukan, pungli masih terus berlanjut praktiknya hingga kini.
Lebih lanjut, pada masa pemerintahan Presiden Jokowi larangan pungli juga dicantumkan dalam Perpres No. 87 Tahun 2016 tentang Satgas Pungli. Pelarangannya digencarkan dalam agenda kampanye "Stop Pungli".
Baca Juga: Survei Etos: Masyarakat Berharap Polri Tidak Pungli
Baca Juga: Anak Buah Terlibat Pungli Zakat, Gibran Copot Jabatan: Saya Minta Maaf