Tak Hiraukan Masukan Publik, Jokowi Didesak Evaluasi Pansel Capim KPK
Pansel capim KPK defensif apabila ditanya isu LHKPN
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDNTimes - Koalisi Kawal Capim Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang terdiri dari beberapa organisasi LSM, mendesak agar Presiden Joko "Jokowi" Widodo segera memanggil panitia seleksi capim lantaran dinilai tidak mendengarkan masukan dari publik terkait rekam jejak para kandidat. Salah satu indikatornya yakni ada masih ada capim KPK yang memiliki rekam jejak buruk namun tetap diloloskan hingga ke tahap 20 besar.
"Masih ada calon di antara 20 nama tersebut yang tidak patuh dalam pelaporan LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara)," kata peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana melalui keterangan tertulis pada Jumat malam (23/8).
Selain isu ketidakpatuhan LHKPN, ada juga beberapa kandidat yang memiliki rejak jejak kelam di masa lalu. Koalisi kawal capim KPK memang tidak menyebut individu tertentu. Namun, sejak awal mereka terus menyorot capim dari latar belakang kepolisian dan kejaksaan.
"Lepas dari poin di atas, peran Presiden Jokowi sebagai pemegang mandat tertinggi dalam seleksi justru paling penting. Pansel seharusnya mahfum, bahwa setiap pernyataan, langkah dan tindakan yang dijalankan mewakili sikap Presiden," kata dia lagi.
Ia mempertanyakan apakah Presiden ingin pimpinan KPK memiliki rekam jejak yang bermasalah di masa lalunya dan malah berisiko melemahkan KPK? Maka, ini catatan penting koalisi kawal capim KPK dan tuntutan mereka:
Baca Juga: Dikritik Abai Soal LHKPN, Pansel KPK: Kalau Tak Lapor Gak Ada Sanksi
1. Pansel tak menghiraukan masukan dari publik terkait rekam jejak capim KPK
Catatan pertama dari koalisi kawal capim KPK yakni mereka tidak menghiraukan masukan dari berbagai elemen masyarakat. Bahkan, apabila ditanya mengenai pendapatnya, respons mereka acapkali negatif dan terkesan negatif.
"Padahal, penyikapan terhadap langkah-langkah pansel dalam proses penjaringan pimpinan KPK bukan hanya oleh kalangan masyarakat sipil tetapi juga sudah mencakup perwakilan organisasi agama," kata Kurnia melalui keterangan tertulisnya.
Salah satu isu yang kerap ditanggapi dengan nada negatif yakni ketika ditanyakan pendapatnya agar memperhatikan lebih mendalam terhadap laporan harta kekayaan capim KPK. Pansel berpendapat sesuai aturan di UU, maka data mengenai harta kekayaan itu baru dapat ditunjukkan usai terpilih lima pimpinan yang baru.
Ketua Pansel Capim KPK, Yenti Garnasih bahkan membuat isunya melenceng mengenai tidak adanya sanksi bagi penyelenggara negara yang tak lapor LHKPN.
"Sebenarnya ini yang harus kita perkuat. LHKPN ini kan gak ada sanksi. Itu juga kan yang menjadi PR kita sejak lama. Lalu, mekanismenya bagaimana? Orang yang melaporkan ini bagaimana? Apakah betul yang dilaporkan ini sesuai dengan data harta kekayaan yang dimiliki," ujar Yenti.
Bahkan, salah satu capim yang lolos ke 40 besar, Dharma Pongrekun seolah memberikan kesan dengan menyerahkan harta kekayaan, penyelenggara negara justru dipaksa berbuat tidak jujur. Lantaran, agar tidak dinilai korupsi, maka sering kali data di LHKPN itu diakali.
Sementara, menurut koalisi kawal capim dan KPK sendiri, justru laporan harta kekayaan menjadi salah satu indikator sejak awal di dalam proses penjaringan. Sebab, dengan pelaporan LHKPN secara rutin bisa jadi petunjuk ke publik apakah penambahan harta kekayaan itu diperoleh melalui jalan yang halal.
"Pansel tidak memahami bahwa untuk mengukur integritas seorang penyelenggara negara ataupun penegak hukum salah satu indikator yang digunakan adalah kepatuhan LHKPN," kata Kurnia.
Kemudian, LHKPN juga merupakan perintah UU No 28 Tahun 1999 dan Peraturan KPK No 07 Tahun 2016 kepada setiap penyelenggara negara untuk melaporkan harta kekayaannya secara rutin.
Baca Juga: [BREAKING] Ini Daftar 20 Capim KPK yang Lolos Profile Assessment