Indeks Persepsi Korupsi Drop, Nurul Ghufron: Ini Bukan Hanya Beban KPK
KPK tidak bisa menangani korupsi sendirian
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Transparency International Indonesia (TII) memaparkan hasil survei Indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia 2020. Hasilnya, IPK Indonesia turun 3 poin menjadi 37 dengan peringkat 102 dari 180 negara.
Pada 2019, IPK Indonesia ada di skor 40 dengan peringkat 45. Menurunnya IPK, membuat ranking dan poin Indonesia setara Gambia. Menanggapi hal ini, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menilai persoalan korupsi bukan hanya beban lembaga antirasuah.
"Menggambarkan bahwa korupsi itu bukan hanya beban KPK, bukan hanya beban penegak hukum lainnya. Tetapi sesungguhnya adalah beban bangsa kita semua," kata Ghufron dalam acara Peluncuran Indeks Persepsi Korupsi 2020 yang disiarkan secara virtual, Kamis (28/1/2021).
Baca Juga: Indeks Persepsi Korupsi RI di 2020 Anjlok, Jadi Setara Gambia
1. KPK tidak bisa menangani korupsi sendirian
Ghufron mengatakan sektor korupsi melanggar dalam dua aspek, yakni hak asasi manusia dan hak akses terhadap keuangan publik. Dua aspek itu yang seharusnya menjadi perhatian semua pihak.
"Oleh karena itu KPK memahami ini, karenanya KPK tidak bisa sendiri. Karena sektor investasi dan ekonomi, sektor politik dan demokrasi adalah sayap-sayap yang tidak kemudian mampu ditopang oleh KPK sendiri," ucap dia.
Dia mencontohkan, jika ada masalah terkait perizinan usaha, pemerintah pusat dan daerah harus ikut menyelesaikannya. Jika terkait politik dan demokrasi, parpol, KPU, hingga masyarakat harus ikut mengatasi potensi terjadinya korupsi.
"Sementara, KPK terus terang hanya mendapat bertanggung jawab atas pembersihan dari sisi hilir. Padahal proses demokrasi yang melahirkan korupsi baik di sisi politik maupun di sisi ekonomi, itu terlahir dari proses yang hulunya itu dari proses politik," ucap Ghufron.
Baca Juga: KPK Endus Aliran Uang Korupsi PT Dirgantara Indonesia ke Setneg