Kisah Maria Natalia, Perempuan Buruh Berjuang Melawan Rezim Orde Baru
Maria memperjuangkan hak-hak buruh usai orde baru
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Maria Natalia Nur Hasanah merupakan salah satu perempuan yang aktif memperjuangkan hak-hak buruh terutama masa orde baru. Perempuan yang akrab disapa Moy tersebut membagikan kisah perlawanan melalui buku 'Memori Perempuan Berjuang Melawan Tirani’ yang diluncurkan oleh Aktivis Perempuan 1998 pada Jumat (8/3/2024).
Moy mengisahkan perjalanan hidupnya saat awal merantau di Tangerang, Banten pada 1992. Dia bekerja di sebuah pabrik dengan gaji Rp15 ribu seminggu. Dai bekerja selama 24 jam dan tidur disebelah mesin karena harus terjaga untuk bergantian kerja.
"Kadang supervisor membangunkan kami untuk bekerja, meskipun waktu istirahat kami belum habis. Kadang kami dimarahi, tanpa jelas salah apa. Itulah nasib buruh, kelas pekerja," ungkap Moy dikutip Kamis (7/3/2024).
1. Moy mulai paham hak buruh harus dipenuhi perusahaan
Perlawanan terhadap tirani mulai terjadi saat pabrik membahas ISO. Saat forum bersama para buruh, Moy bertanya manfaat ISO terhadap buruh, namun pertanyaan Moy dijawab dengan gertakan. Suasana forum panas karena Moy membalas dengan menggebrak meja.
Pasca rezim Soeharto, dia tidak sengaja membaca selebaran Komite Buruh untuk Aksi Reformasi (KOBAR) yang berisi hak ekonomi dan politik buruh. Dia paham hak-hak buruh harus dipenuhi perusahaan.
"Buruh berhak menuntut kenaikan upah, kebebasan berorganisasi, membentuk serikat buruh independen, ataupun cuti haid bagi buruh perempuan. Di pabrik sudah ada Serikat Pekerja Seluruh Indonesia atau SPSI, organisasi buruh bentukan pemerintah, tetapi serikat tersebut lebih memihak perusahaan, bukan buruh," tegasnya.
Baca Juga: Partai Buruh Soroti Kenaikan Harga Beras, Singgung Political Rice