TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

KPCDI: Pasien Cuci Darah Menjerit, Obat Gagal Ginjal di RS Kosong

Kekosongan obat bisa berakibat fatal untuk pasien

RSCM Gedung Kiara perawatan anak. (IDN Times/Dini Suciatiningrum)

Intinya Sih...

  • Ketua KPCDI mengecam kelangkaan obat di RSCM yang berlangsung berbulan-bulan
  • Obat rutin kosong termasuk Sandimmun, Certican, dan Myfortic, mengancam nyawa pasien transplantasi organ
  • KPCDI mendesak penyelesaian masalah kelangkaan obat kepada Kementerian Kesehatan dan BPJS Kesehatan

Jakarta, IDN Times - Ketua Umum Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI), Tony Richard Samosir, mengecam kelangkaan obat di RSCM yang telah berlangsung selama berbulan-bulan.

Berdasarkan hasil penelusuran Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI), obat yang rutin kosong adalah jenis Sandimmun, Certican, dan Myfortic.

"Obat tersebut merupakan obat utama bagi pasien transplantasi organ yang jika tidak dikonsumsi, maka risiko terbesarnya adalah ginjal donor akan mengalami rijeksi atau penolakan," ujar Tony dalam keterangan tertulis yang diterima, Senin (6/5/2024).

Baca Juga: ITS Kembangkan Aplikasi Pemantau Pasien Gagal Ginjal Kronis

1. Penundaan obat berujung fatal

ilustrasi konsultasi dokter (freepik.com/jcomp)

Dia menegaskan, bagi pasien transplantasi organ, penundaan dosis obat bisa langsung berujung pada penolakan organ yang fatal. Tony menduga ada kelalaian berlarut dari RSCM yang mempertaruhkan nyawa pasien tanpa solusi konkret.

"KPCDI telah menghubungi Kementerian Kesehatan, Direktur Utama RSCM, dan BPJS Kesehatan melalui pesan singkat untuk mendesak penyelesaian masalah kelangkaan obat ini. Namun hingga saat ini belum ada kabar baik dari pihak terkait," katanya.

2. Kelalaian ini pelanggaran terhadap hak asasi pasien

Ilustrasi Pasien (pexels.com/Anna Shvets)

Tony mengatakan, KPCDI menuntut bahwa tidak ada lagi pembiaran kelangkaan obat untuk peserta BPJS Kesehatan, karena kelalaian ini merupakan pelanggaran terhadap hak asasi pasien dan mempertaruhkan nyawa mereka. 

"Tidak adanya obat ini adalah situasi yang tak dapat diterima dan harus segera diatasi untuk melindungi pasien. Hal ini sejalan dengan UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan di mana mengamanatkan setiap orang berhak atas kesehatan yang setinggi-tingginya, hidup sejahtera, lahir dan batin, serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu," tegasnya.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya